Merindu Sewindu

Fitri Handayani Siregar
Chapter #6

#6 Mungkinkah Aku Cemburu...

Sebenarnya pertanyaan ini untuk orang lain, atau untuk Aafiyah..?”. tanya nya singkat sembari melihat ke arah ku memastikan kata tanya nya barusan jelas ku dengar dan kupahami maksud nya. Bahkan ia sampai menyebutkan nama ku dalam kata tanya itu sebagai penutup nya. “okay, baik lah, ini soal saya memang. Saya merasa risih mendengar kalimat – kalimat kamu yang rasanya itu tidak pantas di ucapkan ke orang yang sudah akan di pinang orang, dan kamu sudah tahu itu kan, bahkan kamu curi dengar sendiri waktu itu, dan mohon maaf sekali, bukan nya kamu juga baru kehilangan orang yang kamu sayang, iya saya tahu seperti yang kamu bilang waktu itu kalau almarhumah tidak akan pernah tergantikan, tapi kontradiksi sama sikap kamu ke saya.” Bagus Aafiyah kalimat ini yang memang harus kamu sampaikan ke lelaki jenis ini. dengan menghela nafas panjang ia melihat ke arah ku tajam.

Tatapan nya sungguh membuat ku tidak nyaman. “baik, saya akan jawab apa yang membuat kamu penasaran, benar sekali mungkin sikap saya atau kata – kata saya seperti yang kamu sampaikan tadi, tapi itu diluar kendali saya. Saya juga tidak memahami itu kalau kamu tanyakan lebih lanjut ke saya, mengenai almarhumah ibu nya Qaira, benar dia tidak akan terganti, sampai kapanpun tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi dia di hati saya, dia sahabat terbaik yang saya punya bahkan sampai saat ini, dan Allah menakdirkan dia untuk jadi istri saya meski hanya sebentar.” Tepat sekali, ini adalah jenis lelaki yang tidak tahu malu Aafiyah, daripada berlama – lama disini lebih baik kau pulang saja Aafiyah.

Tanpa berkata sepatah kata pun, aku memilih untuk pulang saja daripada meneruskan berlari berdua ditemani lelaki jenis ini yang amat sangat langka dan menyedihkan sekali, kalimat nya barusan adalah bentuk pembelaan karena dia terciduk oleh mu Aafiyah. Kau mengetahui akal bulus nya, Qaira hanya jadi alasan nya untuk dekat dengan kau Aafiyah, begitupun alasan nya tentang istri nya agar kau berfikir seolah – olah dia adalah lelaki baik nan setia. Mana ada orang yang langsung tertarik dengan lawan jenis nya hanya pada pandangan pertama, dan beberapa kali pertemuan yang tidak disengaja. Ini adalah salah satu trik nya Aafiyah.

Kau sudah benar, dengan mempertanyakan hal itu dan memilih pergi, tapi tunggu dulu, tertarik..? dia tidak ada menyatakan bahwa ia tertarik dengan ku bukan..? kalimat nya tadi, dia tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi, itu diluar kendali nya. Bukan tertarik, itu adalah dua hal yang berbeda. Sesuatu yang diluar kendali nya dan tertarik. Apa jangan – jangan dia bipolar, atau berkepribadian ganda atau, ahh sudah lah Aafiyah fokus dengan hidup mu. fokus dengan tujuan mu datang kesini.

Entah mengapa semenjak tadi pagi aku bertemu dengan ayah nya Qaira, aku masih terngiang – ngiang apa yang ia sampaikan. Lamunan ku buyar, bunyi ponselku membuyarkan lamunan ku atas peristiwa tadi pagi. Ternyata itu panggilan video dari Hanif, ya Allah malas sekali rasanya kalau harus beranjak dari kasur ini menuju spot banjir signal di samping rumah ku. Setengah berlari aku menuju pintu depan rumah dan menuju ke beranda samping, ku lihat dari depan rumah ku ada ayah nya Qaira, dan bu Hasnah yang menggendong Qaira, langkah mereka sepertinya menuju ke rumah ku, tapi ada apa, apa ini mengenai kejadian tadi pagi. Atau ingin silaturahmi saja. Ahh, sudah lah apa peduli mu Aafiyah. Terserah apapun tujuan mereka kesini, itu bukan bagian dari hal – hal yang perlu kau khawatirkan Aafiyah.

Santai saja dan terima panggilan video dari Hanif segera. “hai, assalammualaikum.” Sahutku menghadap ke kamera depan ponsel ku. “yup, waalaikumsalam, kemaren aku telfon – telfon gak angkat, moodnya masih belum bener ya, makanya aku gak telfon lagi, tapi hari ini aku rindu aja mau lihat muka nya puteri pandai sikek. gimana kabar nya calon Ny, Hanif..?”. entah mengapa, aku tidak begitu fokus pada panggilan video dari Hanif ini, dan entah bagaimana aku justru memikirkan apa yang sebenarnya akan di sampaikan ayah nya Qaira juga nenek nya Qaira ke rumah ku, apa ada hubungan nya dengan kejadian tadi pagi atau tidak. “haloooo, tuan puteri pandai sikek, lagi ngelamunin apa..? sampai – sampai aku di kacangin begini”. Hanif melambaikan tangan nya ke arah ku lewat ponsel nya.

“Ahh, gak papa kok nif, maaf ya aku gagal fokus euy, iya aku baik alhamdulillah. Iya kenapa nif..?” tanya ku ke arah nya dan pertanyaan ini sepertinya pertanyaan standart yang tidak ingin di dengar oleh Hanif, karena raut muka nya memperlihatkan bahwasanya ia ingin mendengar sesuatu yang lain dariku, entah itu curhatan tentang bagaimana pesta nya Sofia kemaren, atau aku menanyakan kabar nya diluar pertanyaan standar ku barusan. “sepertinya kamu lagi memang gak fokus ya, tapi aku yakin setelah dengar kabar ini, kamu akan fokus lagi. Aku sama keluarga besar sudah menentukan tanggal untuk datang ke pandai Sikek nanti, tepat nya tanggal 11 januari ini. sebenarnya mama mau ngomong langsung ke ibu soal ini lewat telefon, tapi, kamu ingat kak Meida yang kita ketemu di German waktu itu gak, yang lagi hamil besar, nah mama aku itu kan kakak nya mama nya kak Mei itu, dia lahiran kemaren, jadi nya mama nyusulin ke German. jadi aku deh perwakilan yang ngomong ke kamu dulu, kapan aku bisa ngomong ke ibu..? .

Benar saja fokus ku jadi kembali lagi setelah mendengar kabar dari Hanif, aku baru tersadar kembali kalau dua bulan dari sekarang atas izin Allah aku akan di persunting orang dan resmi bergelar istri. Sudah lah abaikan, apapun yang ayah nya Qaira sampaikan anggap saja itu sense of humor tingkat tinggi nya, jangan pernah mengartikannya berbeda Aafiyah, agar kau tetap fokus dengan pernikahan mu yang akan digelar dua bulan lagi. Aku menyemangati diriku sendiri agar lebih fokus memikirkan hal – hal yang penting saja. “hemppp, ibu lagi ada tamu, nanti kalau tamu nya sudah pulang, aku aja yang telefon ya. Yaudah kalau gitu, assalammualaikum.”

Lihat selengkapnya