Merindu Sewindu

Fitri Handayani Siregar
Chapter #7

#7 Hari Lamaran ku Tiba.. Tapi Hatiku Entah Milik Siapa..?

Ya Allah ada apa dengan lelaki di hadapan ku ini. seenak nya saja ia menuliskan user name nya sendiri di kontak pertemanan ku atas nama uda Azlan. Satu lagi pesan singkat ku terima dari nama yang sama. Uda azlan yang isi nya jangan di ganti user name nya, uda itu artinya abang, saya sedang tidak menggoda adik saya sendiri yang akan menikah dua bulan lagi.

Aku melihat kearah nya kesal. “tenang saja, tidak akan saya hapus atau ganti user name atas nama Uda Azlan ini. iya baik uda, saya akan panggil uda mulai hari ini. uda juga gak akan geer kan kalau saya panggil Uda, masak geer sama adik sendiri kan..?”  jawab ku ketus langsung ke arah nya. “waa, sekarang sense of humor dek Aafiyah sudah ada peningkatan, tidak kaku lagi seperti sebelumnya.”  Jawab nya ke arah ku. “kan belajar dari uda azlan ..?” ku tatap ia dengan tatapan amat sangat kesal. Dan dengan santai nya ia hanya tersenyum ke arah ku. Sesaat kemudian suasana kembali hening diantara kami. Bu Hasnah datang dengan tiga gelas cangkir teh hangat dan beberapa potong kue bolu berwarna hijau pandan.

Security rumah mereka mengantar calon pengasuh Qaira yang mulai hari ini akan menjalani tes nya. Ku lihat ia masuk ke ruang tengah dengan penuh percaya diri. Tinggi nya semampai, dengan jilbab berwarna merah maroon ia tersenyum ke arah kami. senyuman nya sungguh khas sekali. Dari sekali pandang sepertinya ia orang yang baik dan penyabar juga sayang dengan anak –anak. Semoga saja dugaan ku benar dan ia dapat cepat mengambil hati nya Qaira. Dan pekerjaan ku selesai, aku bisa berfokus mengurusi segala hal tentang persiapan pernikahan. Ku persilahkan ia duduk, dan teh yang seharusnya untuk ku, kuberikan kepadanya, mungkin ia dari tempat yang lumayan jauh dan haus dalam perjalanan panjang nya sampai ke pandai sikek ini. “silahkan diminum.”

Aku mempersilahkan ia meminum teh yang belum ku minum sama sekali yang telah di buatkan oleh bu Hasnah tadi. Ia tersenyum ke arah ku. Ayah nya Qaira memberikan cv lamaran dari gadis yang duduk tepat di sebelah ku ini. ku lihat cv nya, ia tamatan salah satu perguruan tinggi kejuruan swasta di kota padang, “ooh, jadi kamu bidan ya..?” aku mulai mewawancarai nya. “iya bu.” Jawab nya singkat. “ahh, jangan panggi saya ibu, panggi saja saya Aafiyah,” ia melihat ke arah ku heran. Aku mengerti maksud tatapan nya. “saya bukan istri dari bapak ini, saya tante nya Qaira, dan nanti saya yang akan juga ikut melihat bagaimana kamu mengurus dan menjaga Qaira, karena ayah nya akan ke jakarta dua hari lagi dan dua bulan disana baru balik lagi kesini,bukan begitu da..? tanya ku ke ayah nya Qaira. “iya betul sekali, nanti adek abang ini yang akan melihat bagaimana cara kerja siapa tadi namanya mohon maaf..?” tanya nya kepada calon pengasuh baru nya Qaira. “ Naila pak, mohon maaf saya tidak terbiasa sebelumnya memanggil orang yang memperkerjakan saya abang atau kakak apalagi nama, boleh saya tetap panggil bapak dan ibu saja..?  tanya nya ke arah ku dan ke ayah nya Qaira.

“Baiklah, senyaman nya kamu aja Naila.”. jawab ku arah nya, dan ayah nya Qaira mengangguk tanda setuju, padahal aku tidak bertanya persetujuan nya mengenai panggil menganggil ini. “dek, bisa tolong Uda sebentar, ada yang mau Uda bincangkan sebentar di luar.” Ia menatap ke arah ku, apa kalimat barusan ia tujukan ke arah ku kah..? aku menunjuk ke arah ku dengan tatapan heran, ia mengangguk dan menuju ke beranda belakang rumah nya dengan harapan aku mengikuti nya di belakang. “sebentar ya Naila, minum saja dulu teh nya, makan dulu bolu nya ya, pokok nya senyaman nya dulu aja ya.”  Aku meninggalkan Naila calon pengasuh baru nya Qaira di ruangan tengah rumah bu Hasnah. Aku menyusul ayah nya Qaira ke beranda belakang rumah mereka, apa yang akan disampaikan nya ya..? aku bertanya – tanya dalam hati. Ia berdiri membelakangiku yang datang dari dalam, ia melihat ke kolam koi yang ada di bawah nya. Ia menyadari kedatangan ku saat itu dan langsung bertanya. “kamu yakin, dia tadi itu serius benar – benar mau kerja..? ia melihat ke arah ku seperti berusaha menyelidiki maksud dan tujuan dari calon pengasuh baru nya Qaira. Hempppp, aku melihatnya heran “bukan nya uda azlan yang memanggil calon pengasuh nya Qaira hari ini..? terus maksud nya nanya dia benar –benar serius mau bekerja atau tidak itu pengertian nya gimana, dia nyamar gitu biar bisa jadi istri uda azlan..?” aku menatap nya kesal.

“Seharusnya dek Aafiyah, jangan kesal begitu jawab nya, jadi terkesan jealous ke uda..?” ia melihat ku sambil tersenyum dan kata – kata nya itu seperti balasan dari cemoohan ku karena memanggilnya uda. “ya Allah ini orang hati nya terbuat dari batu kah besi. Ya jelas lah dia itu memang benar – benar mau bekerja, buktinya dia datang untuk menyambut tawaran perkerjaan nya kan..? kalau alasan Uda karena dia itu S1 kebidanan pulak, huftt, C’mon this is life,ini bukan sinetron, begitu lah susah nya mencari pekerjaan saat ini, dan yang dia akan kerjakan nantinya kan juga halal toh..? ya kali – kali aja bisa berterusan jadi nyonya rumah sekalian kalau beruntung..?” aku membalas kata –kata nya tadi. Sepertinya ini sepadan kan. Karena dilihat dari reaksi nya sepertinya dia sudah kehabisan kata – kata. Eittsss tapi tunggu dulu, senyuman itu apa maksud nya. “yakin, adek ikhlas kalau uda jadi suami nya pengasuh Qaira yang baru..?” tanya nya menatap ku dan berlalu pergi meninggalkan ku di teras belakang. Entah mengapa mendengar kata –kata nya itu aku jadi deg – deg an tak menentu. Kata – kata nya seperti tertinggal dan tertancap di dada ku. Aafiyah, ada apa ini, kendalikan peraasan mu Aafiyah, dia berkata demikian lagi – lagi tidak lah serius dari hatinya. Ayah nya Qaira adalah lelaki jenis itu. Dia akan menganggap semuanya bisa dijadikan bahan candaan. Jangan mengangap ini serius Aafiyah.

Iya hufftttt, benar sekali. Lelaki jenis ayah nya Qaira ini adalah orang – orang dengan sense of humor yang bisa di bilang extreme, dia akan dengan biasa saja mengolok – olok perasaan nya sendiri atau orang lain. Dan mana bagian penting nya, apakah apa yang disampaikan oleh ayah nya Qaira itu benar – benar mengganggu mu, apakah kau benar – benar ikhlas jika pengasuh baru nya nya Qaira akan jadi istri nya dan menjadi nyonya dirumah ini..? lantas apa alasan mu untuk tidak ikhlas...? kau siapa Aaffyah..? kau bukan siapa – siapa, kau hanya lah salah satu orang baik yang bersedia membantu keluarga ini. itu saja, dan tetaplah fokus dengan masa depan mu, dengan pernikahan mu, dengan tesis mu. dengan hidup mu. tarik nafas panjang kemudian buang. Tenang kan hati mu Aafiyah. Ayo, sambut pengasuh baru nya Qaira yang sudah lama menunggu di ruang tengah.

Ku susul ayah nya Qaira ke ruangan tengah dimana calon pengasuh baru nya Qaira yang bernama Naila sudah lama menunggu ku disana. “nah, ini Aafiyah, dek Aafiyah ini yang nantinya akan menilai dan memberikan advice ke kamu untuk menjaga Qaira, karena dua hari lagi saya akan ke Jakarta dan dua bulan disana. Saya harap kamu cepat dapat beradaptasi dengan situasi disini juga Qaira, sekarang Qaira nya sedang tidur di kamar nya. Boleh ikut saya untuk melihat situasi rumah ini, kamar nya Qaira dan segala kegiatan nya Qaira. Adek ikut..?” tanya nya ke arah ku dengan senyuman khasnya yang sangat membuatku kesal sekaligus tidak nyaman. “No, thanks, saya balik dulu gak papa ya Da, mau lihat ayah gimana demam nya..? ohh, kebetulan ada ibu, Aafiyah pamit dulu ya bu.” Aku berpamitan pulang ke bu Hasnah yang kebetulan baru datang dari arah dapur. “ohh, iya uda baru ingat ayah Aafiyah demam kan..? yaudah kalau gitu kita sama saja pergi nya ke rumah Aafiyah, ibu boleh bantu Naila bu melihat – lihat mana kamar nya Qaira, baju –baju nya kebiasaan nya dan lain – lain nya bu. Azlan pergi menjenguk ayah nya Aafiyah dulu.”. bu Hasnah terlihat bingung dengan kata – kata ayah nya Qaira, ia memangil ku dengan sebutan adek, dan memanggil dirinya dengan sebutan Uda, sikap manis nya membuat bu Hasnah tampak kebingungan dan masih belum percaya.

Lihat selengkapnya