Merindu Sewindu

Fitri Handayani Siregar
Chapter #8

#8 Hanif Ataukah Azlan..?

Malam ini rasanya waktu cepat sekali berjalan. Ku lihat jam dinding di kamar ku, sudah menunjukan pukul sembilan malam. Ya Allah besok adalah acara lamaran di rumahku. Selain bahagia perasaan lain juga ada cemas, khawatir, tetapi aku tidak tahu pasti itu perasaan apa. Apakah semua calon pengantin baru merasakan hal yang sama. Tiba – tiba aku dikejutkan dengan pesan masuk dari ponsel ku. Tertulis dari Uda Azlan, aku tidak mengganti sama sekali user name ayah nya Qaira dari pertama kali dia menginput nomor ponsel nya di ponsel ku. Ku buka isi pesan Whatsapp itu. “selamat, semoga lancar acaranya ya Aafiyah, Uda doakan dari sini, maaf Uda tak bisa hadir, ada pekerjaan yang harus Uda selesaikan disini. Salam rindu untuk Pandai Sikek”.

Setelah seharian baru ia membalas pesan ku kemaren. “iya gak papa Uda. Terimakasih doa nya, amiin.”  Jawab ku singkat. Benar saja dia hanya menganggap ku adik nya, tidak lebih. Selama ini yang aku kira dia menggoda ku dengan caranya adalah salah, ia sama sekali tidak bermaksud, itu lagi – lagi adalah sense of humor tingkat tinggi nya, berarti ia sudah berasa dekat dengan mu Aafiyah meskipun kalian belum lama saling mengenal. Mungkin kedekatan itu karena kau banyak membantu mereka dengan Qaira. Kau sudah di anggap adik oleh ayah nya Qaira.

Tibalah hari dimana dua keluarga kami akan saling mengenal satu sama lain. Hari ini adalah acara lamaran ku. Mereka, keluarga Hanif sudah berangkat dari jam delapan tadi pagi dari kota Padang. Sekitar jam sepuluh pagi nanti mereka akan sampai di Pandai sikek ini jika tidak ada halangan. Aku sudah berdandan dari tadi, dengan baju kurung berwarna kuning emas bercampur merah dengan jilbab berwarna senada. Aku menunggu keluarga Hanif datang dari Padang. Ku lihat insta story Hanif dengan pakaian senada dengan ku, iya bergaya di hadapan kamera dan memposting foto nya dengan caption, “sebentar lagi, Pandai Sikek jadi saksi, bismillah semoga Allah lancarkan segalanya niat baik ini, amiin.”

Hanif, ada –ada saja batin ku setelah membaca caption nya yang tidak lupa di tag ke instagram ku juga, ku balas dengan emoticon hati ke insta story nya. aku juga seperti latah berfoto dengan baju kurung senada dan menulis caption untuk insta story ku dan tidak lupa juga mengetag Hanif di dalamnya dengan caption bertuliskan. “Pandai Sikek, setelah menyatukan ibu dan ayah ku, dia juga akan menyatukan kita insyaAllah, amiin ya Rabb.”. tidak lama setelah aku menuliskan caption itu di insta stroy ku, mulai ramai pesan dari sanak saudara maupun teman – teman ku. Rata – rata mereka memberikan selamat dan tidak sedikit juga yang terkejut, mereka tidak pernah melihat kami jalan berdua atau berbalas komen atau saling menge tag satu sama lain di media sosial , tiba – tiba akan melangsungkan lamaran. Ada satu pesan yang kubaca terakhir karena di depan sepertinya rombongan dari keluarga Hanif sudah tiba. Pesan dari ayah nya Qaira. “doa uda selalu bersama Aafiyah”.  Dan di tutup dengan emoticon hati. Aku hanya membaca nya saja tanpa sempat membalas nya. karena keluarga Hanif dan rombongan nya sudah tiba persis di depan rumah ku.

Ku lihat Hanif turun dari mobil dengan di apit oleh ayah nya, ya kami pernah bertemu sebelumnya di German waktu ayah dan ibu nya Hanif datang untuk mengunjungi Hanif dan berkenalan dengan ku. Dari semua tetamu yang datang tidak ku lihat ibu nya, kemana ibu Hanif, kemarin hanif tidak ada mengatakan apapun mengenai ibu nya yang tidak ada di acara lamaran hari ini. ku kirimi Hanif text Whatsaap semoga saja ia masih bisa membalas pesan ku sebelum acara lamaran ini dimulai. Ku tanyakan kenapa aku tidak ada melihat ibu nya datang hari ini, dan ada apa dengan ibu nya, apakah sakit atau ada hal lain nya yang tidak diberitahu Hanif kepada ku. Ku lihat Hanif masih sempat melihat ponsel nya, ia menatap ke arah ku, dan mengetik sesuatu “mama sakit makanya tidak bisa hadir kesini, mama kita tinggal di Padang, vertigo nya kambuh, sama sekali tidak bisa di bawa berdiri, tapi acara sudah diatur jadi tidak mungkin di undur, mama titip salam untuk calon menantunya yang cantik.”. di tutup dengan emoticon hati.

Ia tersenyum ke arah ku, setelah membaca pesan nya barusan aku kembali lega, setelah sebelumnya semua fikiran jelek bertengger di kepalaku serasa mau pecah satu per satu. Acara lamaran ini pun dimulai, keluarga Hanif memperkenalkan seluruh keluarga yang hadir, juga alasan mengapa ibu dari calon mempelai lelaki tidak bisa hadir. Dan beliau titip salam dan permintaan maaf kepada seluruh keluarga besar calon mempelai wanita karena tidak bisa hadir di acara penting seperti saat ini.

Tiba lah waktunya keluarga ku di perkenalkan kepada keluarga Hanif. Pada saat tetua adat memperkenalkan ayah ku, ku lihat tatapan berbeda dari keluarga Hanif, ya wajar saja,, tatapan tidak percaya, dan itu sering sekali kudapati orang yang melihat ke arah ayah ku dengan tatapan seperti itu, tetapi itu tidak berlangsung lama, setelah semua acara perkenalan selesai, semuanya baik – baik saja dan sudah membaur dengan baik, begitupun ayah ku, sudah dapat membaur dengan seluruh keluarga yang hadir meskipun dengan segala keterbatasan nya. rasa bahagia menyelimuti perasaan ku hari itu, ku lihat sesekali Hanif curi pandang ke arah ku. Ia mengirimu ku pesan bergambar hati dan bertanya dimana tempat aku berfoto dengan background pemandangan itu. Aku balas pesan nya, nanti setelah akad nikah dan resepsi di langsungkan, akan aku bawa dia kesana.

Lihat selengkapnya