"Rindu'kan sudah besar, dia bisa mengurus segalanya sendiri, Bu." seakan ingin melepaskan tanggung jawabnya Almira tidak ingin dirinya terus dituntut rongrongan untuk mengurus Rindu, anaknya yang semakin menginjak gadis remaja.
"Tapi, apa salahnya kamu dan Rakha tetap ada waktu buat, Rindu. Kasihan Rindu, karena kamu selalu tidak ada waktu buatnya," sahut Nani, ibu yang pernah melahirkan Almira. Nani semakin mencemaskan keadaan tumbuh kembang Rindu, cucunya karena semakin kurangnya perhatian.
Rumah cukup mewah berdiri, dengan hamparan halaman yang sangat luas sekali di tumbuhi dengan pepohonan mengelilingi dengan rimbun hijau daun.
Dua tiang pilar kokoh sebagai penopang atap kubah rumah sebegitu mengahnya menjorok keatas berwarna putih. Pintu besar utama dan banyak jendela berkaca makin memambah ornamen kemewahan status pemilik rumahnya. Apalagi banyak terparkir mobil mewah diselasar sisi kiri caprot.
Pagi itu langit sungguh cerah sekali, kepakan dua sayanp burung makin menukik tinggi seakan menembus awas putih.
Sinar matahari makin mulai merata menerangi semestanya bermain dibalik sekelompok awan putih. Sinar matahari nakal sampai berapa kali masuk dari jendela tirainya sedikit terbuka, kemudian mencolek wajah cantiknya Rindu.
"Tapi Almira?" sudah disela Nani duluan.
"Sudahlah, Bu. Rindu sudah besar, dia bisa mengurus dirinya sendiri. Lagian'kan semua segala kebutuhan Rindu sudah aku penuhi," ingin sekali Nani menegaskan bila dirinya ingin sekali pada Almira ada banyak waktunya untuk Rindu.
Tetap saja Almira membantahnya karena dirinya menanggap bila Rindu sudah besar dan segala kebutuhan sudah terpenuhi.
Raut wajah Almira rasanya makin terpancing emosi, walau pagi itu dirinya sudah rapi akan berangkat kekantor, tapi masiih tertahan karena Rakha belum bangun juga.
Sesaat sekilas kecantikan Almira terlihat saat dirinya melewati cermin besar bulat berada di ruangan tamu, wajah cantiknya terbalut hijab putih dengan balutan seluruhnya mengenakan jumpsuit biru tua lengkap dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam, siap mengantarkan dirinya berangkat kekantor.
Beda sederhananya Nani, yang sehari-harinya pakaian santai tapi tetap wajahnya terbalut hijab putih.
"Tapi tetap saja Rindu butuh perhatian dari kamu, Almira. Rindu hanya butuh perhatian dan bukan kesedihan yang selalu Ibu lihat dalam kesendiriannya selama ini. Karena kesibukan kalian berdua!" masih menahan sabarnya Nani melirik Almira akan berjalan dan tidak jadi mengambil tas kerja yang malahan diletakan kembali diatas meja.