Mermaid Melody

Mizan Publishing
Chapter #1

Chapter 1

Mimpi dan kenyataan dua hal yang berbeda.

Ketika kamu tidak tidur, lupakan mimpi.

Kamu tidak akan bisa jalan kalau terus terpejam.

Cha Jung Woo, Artis & Penyanyi

Perasaanku mulai tidak enak. Di sampingku, cewek Korea dengan kepala di dalam alat steam rambut sudah melirik-lirikku curiga. Kuraba atas bibirku, kumis palsuku masih menempel dengan sempurna. Matanya penuh hasrat ingin tahu. Pandangannya berganti-ganti, sebentar padaku, sebentar pada laki-laki di poster iklan cat rambut yang modelnya cowok Korea dengan tatapan memikat. Ya, itu adalah aku sendiri hi … hi … hi ….

Sungguh, baru kali ini, aku merasa membutuhkan kreativitas anti-fans-ku untuk membuat posterku jadi bungkus ddong ppang1 saja. Siapa sih orang kurang kerjaan yang membingkai posterku semewah itu? Dia mau bikin salon atau galeri?

“Tolong kepalanya agak diangkat, Ahjussi2,” kata sang Petugas Salon yang nggak tahu situasi. Sial! Aku menaikkan daguku sedikit. Antena waspada menyala sementara dia menutup rambutku dengan handuk hangat. Ah … enaknya .... Aku suka ini! Aku selalu memilih handuk hangat daripada steam rambut. Selain panasnya kadang suka kelewatan, steam rambut juga bisa membuat rambut kering. Handuk hangat lebih bersahabat dan nyaman.

Hal penting lainnya, yaitu pijitan kapster yang enak dan krim creambath alpukat yang bagus. Aku selalu creambath dengan krim alpukat, meskipun tidak sewangi krim buah lainnya, tapi alpukatlah yang paling efektif untuk menjaga kelembapan rambut. Rambut jadi tidak kering meskipun sering ditempa hair streightener atau curling iron. Dua benda itu, kan tidak mungkin dihindari setiap kali aku akan tampil di panggung.

Kyung Ro Hyung3 benar, salon ini lumayan juga. Biasanya, aku tidak percaya selera Hyung, tapi mengingat dia sudah lama di Indonesia, kupikir, sebagai turis, tak ada salahnya aku mengikuti rekomendasinya. Hyung bilang, hairstylist di sini bisa berbahasa Inggris dengan baik, jadi kita bisa diskusi masalah tatanan rambut yang sesuai. Bahkan, beberapa hairstylist bisa berbahasa Korea. Mereka selalu update dengan tren rambut Asia dan sudah hafal mana yang cocok dengan bentuk dan lekuk wajah orang asia. Hyung bilang, inilah salon pilihan orang-orang Korea yang ada di Indonesia. Orang-orang Indonesia yang ingin bergaya ala hallyu star pun datang ke salon ini.

Untukkku, bahasa Inggris, Korea, bahkan bahasa Indonesia pun, tidak masalah. Mendiang ayahku orang Indonesia, Hyung sudah lima tahun ini tinggal di Indonesia, masa kecilku pun di Indonesia dan kelebihanku, aku bisa dengan mudah menguasai banyak bahasa. Jadi, jangan heran kalau aku bisa membuat lagu dan menyanyikannya dalam berbagai bahasa. Inilah salah satu kelebihanku dibandingkan penyanyi lainnya.

Cewek di sampingku masih melirik-lirik seperti rubah pemangsa yang mengintai. Sialnya, akulah mangsanya.

Dari cermin, aku melihat cewek di belakangku, dia lebih mencurigakan lagi. Awalnya hanya curi-curi pandang dari cermin. Lama-lama mulai intens. Dia melihatku terang-terangan. Setelah itu, matanya melakukan hal yang lebih jauh lagi,dia benar-benar memelototiku. Perasaanku semakin nggak enak. Aku menajamkan telingaku. Si Perempuan yang rambutnya sedang dicatok keriting itu menyolek temannya yang duduk di sampingnya. “Heh … kamu lihat, deh, cowok di belakangku,” cewek itu mendesis. Maksudnya berbisik, tapi suaranya terlalu keras untuk bisa dibilang berbisik. Jangankan aku, objek yang sedang dibicarakannya, beruang di kutub utara saja bisa mendengarnya.

Si Cewek yang dibisiki memutar lehernya seratus delapan puluh derajat demi melihatku, entah bagaimana dia melakukannya. Mata kami bertemu, dia kemudian melotot, mulutnya terbuka lebar hingga lumba-lumba bisa masuk ke dalamnya. Dia memegang pipinya dengan dramatis dan segera memutar kembali lehernya, menoleh pada teman di sampingnya. “Ya ampun, cowok itu mirip banget sama Jung Woo!”

Dadaku berdetak. Di cermin kulihat janggut dan kumis palsuku masih terpasang dengan baik. Bagaimana mereka bisa mengenaliku? Kemudian, aku menyetel wajahku dengan ekspresi normal, jangan sampai membuat curiga. Cewek di sebelahnya kemudian mengangguk-angguk bersemangat. Untung saja curling iron itu tidak mengenai pipinya. “Iya itu maksudku. Jangan-jangan dia emang Jung Woo Oppa4!”

“Ah nggak mungkin, habis konser kemarin, dia lang-sung balik ke Korea.”

“Itu kan berita di Internet. Gimana kalo cuma gosip?”

“Betul kok. Aku, kan nguntit rombongannya sampai bandara. Aku lihat sendiri kok, dia masuk ke check in counter di bandara.”

Mereka berdua kemudian serempak menoleh padaku. Pembicaraan mereka berdua didengar juga oleh perempuan berkepala steam di sampingku.

“Oh ... Jung Woo-rang neomu dalmeusyeotneyo5.” katanya sambil beranjak dari kursi steam dan menghampiriku. Gawat! “Jung Woo matjiyo?6” perempuan itu bertanya.

“Saram jal mot bosyeonabwayo7,” kataku. Ups … harusnya aku diam saja. Wajah perempuan itu kini di depanku. Hidungnya hanya beberapa senti dari hidungku. Dia pasti bisa melihat pori-pori hidungku. Nah, sekarang dia tahu, hidung mancungku ini memang asli, bukan plastik. Perlahan aku menarik kakiku yang tadi kuluruskan, siap untuk lari jika perlu. Dua perempuan yang ada di belakangku juga beranjak dari tempatnya dengan rambut keriting sebelah.

Salah satu dari mereka tiba-tiba menjerit, “Jung Woo Oppa! Oh, Jung Woo Oppa! Saranghae8!” Sekarang, bukan hanya tiga pasang mata plus stylist kami masing-masing yang menoleh padaku. Semua pengunjung salon menatapku. Suara hairdryer yang tadinya memenuhi ruangan tiba-tiba hilang. Ini sungguh bahaya.

Alea Kei, Pengangguran

Bahaya! Peringatan untuk cewek-cewek yang tidak pernah akrab dengan stiletto, jangan pernah memakai yang sembilan senti kalau tidak punya muka cadangan. Itu pelajaran yang kudapat—sialnya—hari ini. Hari di mana interviu kerja berlangsung. Interviuku di Accent Mobile memalukan, mereka seperti akan mendepakku saat itu juga waktu aku terjengkang di depan direktur mereka.

Lihat selengkapnya