merpati pengantar surat

Helmy thaher
Chapter #1

Awal yang sunyi

Pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, Arta duduk di sudut kelas yang sepi. Ia selalu memilih tempat ini, jauh dari keramaian, di dekat jendela yang membiarkan cahaya matahari masuk dengan lembut.

Cahaya itu tampak lebih hangat dari orang-orang di sekitarnya, yang selalu bergerombol, berbicara, dan tertawa—semua hal yang terasa seperti suara bising bagi Arta.


Di meja, di depan Arta, terhampar kanvas putih yang kosong. Tangan kanannya memegang kuas, namun pikirannya jauh dari tempat itu. Matanya menatap kosong ke luar jendela, mengamati burung merpati yang terbang di atas langit biru. Seperti burung itu, Arta merasa terbang bebas, tetapi dalam kebisuan yang penuh makna. Dia tak pernah merasa begitu terhubung dengan dunia seperti saat memandang dunia melalui lukisan.


Hampir semua orang di sekolah mengenalnya, meskipun tak banyak yang tahu tentang dirinya. Beberapa teman sebaya hanya mengetahui bahwa Arta adalah anak yang pendiam, jarang berbicara, dan cenderung menghindari interaksi. Ia lebih sering ditemukan di tempat-tempat yang sunyi, seperti sudut kelas atau ruang seni, tempat di mana ia bisa melarikan diri dari kebisingan kata- kata.


Hari ini, seperti biasa, guru seni meminta seluruh kelas untuk membuat lukisan yang menggambarkan suasana hati mereka. Kebanyakan teman-temannya menggambarkan pemandangan alam atau hal-hal sederhana seperti keluarga dan teman-teman.

Namun Arta? Arta mulai menggoreskan kuas ke kanvas dengan penuh hati-hati. Warna-warna gelap bercampur dengan rona merah yang kontras, menciptakan gambar yang lebih terasa daripada terlihat. Goresan-goresan itu menciptakan sesuatu yang seolah ingin berbicara, namun tak ada suara yang keluar. Setiap warna yang ia pilih, setiap bentuk yang terbentuk, adalah cara Arta berkomunikasi tanpa kata-kata.


Ketika bel berbunyi, tanda berakhirnya pelajaran, Arta menghapus lukisan itu dengan cepat. la tahu, meski lukisannya menarik perhatian, ia tak ingin orang lain terlalu mendalam melihatnya. la ingin semua orang tetap berada pada jarak aman—di luar dunia perasaannya yang gelap.

Dengan cepat, ia mengemas perlengkapan lukisannya dan melangkah keluar dari kelas.


Di luar, udara segar menyambutnya, tetapi Arta tetap merasa ada kekosongan yang tak bisa diisi. Dia tahu, meski banyak orang yang berusaha mengerti, tak seorang pun yang benar-benar tahu bagaimana rasanya menjadi dirinya. Berbicara bukanlah hal yang mudah, bahkan untuk sekadar menyapa atau bertanya bagaimana kabarnya. Setiap kata terasa seperti beban, seperti sesuatu yang bisa memecah semuanya menjadi serpihan.


Lihat selengkapnya