Meskipun Dia Bukan Anakmu

Titin Hartini
Chapter #2

Bab 2: Surat dari Masa Lalu

Matahari mulai condong ke barat, mewarnai langit Yogyakarta dengan semburat jingga. Di ruang kerja Hamid, sebuah amplop cokelat yang tergeletak di atas meja menjadi pusat perhatian. Nur, yang baru saja menyelesaikan salat asar, melongok ke dalam ruangan.

“Surat dari siapa?” tanyanya santai sambil membawa secangkir teh manis untuk Hamid.

Hamid, yang sedari tadi memandangi amplop itu dengan alis bertaut, mengangkat bahu. “Dari Jakarta. Aku belum membukanya.”

“Bukalah sekarang, siapa tahu penting,” desak Nur, meletakkan cangkir di meja kecil di sudut.

Hamid menghela napas panjang. Ada rasa tidak nyaman yang menyelinap dalam dadanya, seolah surat itu membawa angin dingin dari masa lalu. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia membuka amplop itu. Sepucuk surat tertulis rapi di dalamnya. Saat membaca isinya, wajahnya berubah. Senyumnya yang biasa hangat kini memudar, berganti dengan ekspresi bingung bercampur berat.

“Ada apa, Hamid?” Nur mendekat, merasa ada yang tidak beres.

Hamid menggenggam surat itu erat-erat, seolah takut angin akan membawa pergi kata-kata yang tertulis di sana. Ia memandang Nur dengan mata penuh keraguan, lalu menyerahkan surat itu padanya.

“Baca saja,” katanya pelan.

Nur membaca dengan seksama. Setiap kalimat seperti bom kecil yang meledak di dalam benaknya. Nama seorang wanita dari masa lalu Hamid—Salma. Anak laki-laki bernama Ali. Dan berita bahwa Salma telah meninggal dunia. Ia mengangkat wajah, mencari penjelasan di mata Hamid.

Lihat selengkapnya