Meskipun Dia Bukan Anakmu

Titin Hartini
Chapter #5

Bab 5: Tembok yang Dingin

Malam itu, Ali duduk di ruang tamu sambil memegang buku cerita yang ia bawa dari rumah lamanya. Buku itu telah lusuh, dengan sudut-sudut halamannya melipat dan sampulnya hampir terlepas. Namun, itu satu-satunya benda yang mengingatkannya pada ibunya. Ia membuka halaman pertama dan mulai membaca dengan suara pelan, seolah membisikkan dongeng itu untuk dirinya sendiri.

Di dapur, Nur mempersiapkan teh untuk dirinya. Dari sela pintu yang sedikit terbuka, ia mendengar suara Ali membaca. Awalnya, ia tidak peduli, tetapi suaranya yang lirih dan sedikit gemetar entah kenapa membuatnya berhenti mengaduk teh sejenak. Nur menghela napas panjang, mencoba menepis perasaan aneh yang tiba-tiba menyeruak di hatinya.

“Nur, kamu nggak mau bicara dengan dia?” Hamid yang tiba-tiba muncul di belakangnya membuat Nur sedikit terkejut.

“Bicara apa?” jawabnya dingin. “Aku sudah berusaha menjaga rumah ini tetap damai, itu sudah cukup.”

Hamid mengangkat alisnya. “Dia cuma anak kecil, Nur. Dia butuh... figur ibu.”

Nur meletakkan sendok dengan keras di atas meja. “Jangan mulai lagi, Hamid. Aku nggak siap. Dan sejujurnya... mungkin aku nggak akan pernah siap.”

Keesokan harinya, Ali duduk di ruang makan setelah selesai sarapan. Ia memperhatikan Nur yang sedang merapikan meja, tangan kecilnya menggenggam erat gelas kosongnya.

“Bu Nur,” panggilnya pelan.

Nur melirik sekilas, tetapi tidak menjawab.

“Bu Nur, aku bisa bantu cuci piring?” tanyanya lagi, kali ini lebih ragu.

Nur berhenti sejenak, lalu menatap Ali. Ia melihat mata anak itu, penuh dengan harapan kecil yang hampir menyakitkan. Namun, ia mengalihkan pandangan dan hanya berkata, “Nggak usah. Kamu ke taman saja.”

Ali menunduk, lalu perlahan beranjak dari kursinya. Ia mengambil buku cerita yang selalu ia bawa dan berjalan menuju taman belakang, seperti biasanya.

Aisyah dan Fatimah yang memperhatikan dari sudut meja saling berpandangan.

Lihat selengkapnya