Ali duduk di sudut dapur, memperhatikan Nur yang sibuk mengupas bawang. Tangannya kecil, tetapi sigap, mengambil satu mangkuk bawang dan mendekat.
“Bunda, boleh Ali bantu?” tanyanya dengan suara pelan.
Nur mengangkat kepala, terkejut mendengar panggilan itu. Ali jarang memanggilnya "Bunda," dan setiap kali ia melakukannya, hati Nur terasa aneh. Ia ingin menolak, tetapi melihat wajah Ali yang penuh harap, ia hanya mengangguk singkat.
“Kalau mau bantu, kupas ini. Tapi hati-hati, jangan sampai kena mata pisau,” katanya sambil mendorong talenan ke arah Ali.
Ali tersenyum lebar, mengambil pisau kecil dengan hati-hati. Ia mulai mengupas bawang satu per satu, meskipun tidak terlalu rapi. Nur memperhatikan sekilas dan mendapati dirinya tersenyum tanpa sadar.
Setelah makan malam selesai, Ali membereskan piring-piring ke dapur. Ia melakukannya tanpa diminta, sesuatu yang membuat Nur diam-diam memerhatikannya.
“Kenapa kamu mau melakukan semua ini?” Nur akhirnya bertanya, suaranya terdengar datar.
Ali berhenti sejenak, menatap Nur dengan mata yang jernih. “Ali cuma ingin Bunda senang. Kalau Ali bantu, mungkin Bunda nggak capek.”
Jawaban sederhana itu membuat dada Nur sesak. Ia tidak menjawab, hanya berbalik dan melanjutkan membersihkan meja.