Meskipun Dia Bukan Anakmu

Titin Hartini
Chapter #10

Bab 10: Konflik Puncak

Malam itu, rumah tampak tenang, tetapi ada ketegangan yang tidak terlihat di balik dindingnya. Nur berdiri di depan pintu kamar, mendengar suara Hamid memimpin shalat Isya berjamaah bersama anak-anak. Suara Hamid yang lantang dan penuh kekhusyukan bercampur dengan suara lirih Aisyah, Fatimah, dan Ali yang mengikuti di belakangnya.

Nur menggigit bibirnya. Matanya berkaca-kaca, bukan karena keharuan, tetapi karena rasa kesal yang tak bisa ia bendung. Baginya, ini adalah pemandangan yang sangat asing—keluarganya yang dulu utuh kini terasa berubah total. Ali, anak dari kesalahan Hamid di masa lalu, kini begitu dekat dengan suaminya, bahkan lebih daripada dirinya.

Ketika shalat selesai, Nur berjalan cepat ke ruang tamu. Ia tidak ingin bertemu siapa pun saat ini, tetapi Hamid yang menyadari keberadaannya menyusulnya.

“Nur,” panggil Hamid lembut, namun Nur hanya melirik tajam ke arahnya.

“Jangan panggil aku sekarang,” jawab Nur dingin, suaranya hampir bergetar menahan emosi.

“Nur, tolong dengarkan aku,” pinta Hamid lagi, kali ini lebih tegas.

Namun, Nur tidak bisa lagi menahan diri. Ia berbalik, dan tanpa sadar luapan emosinya keluar begitu saja.

“Kamu tahu, Hamid? Aku muak dengan semua ini! Aku muak pura-pura menerima semuanya!” suaranya meninggi, membuat Hamid mundur selangkah.

Hamid terdiam, mencoba memberi ruang bagi Nur untuk melanjutkan.

“Aku kehilangan diriku sejak Ali masuk ke dalam rumah ini. Setiap hari, aku diingatkan pada apa yang kamu lakukan dulu! Kamu pikir aku bisa begitu saja melupakan semuanya?” Matanya kini basah oleh air mata yang tak terbendung lagi.

Lihat selengkapnya