Pagi itu, suasana rumah terasa berbeda. Matahari pagi yang hangat menerobos tirai jendela, membawa harapan baru. Nur telah memantapkan hatinya. Ia tahu langkah ini tidak akan menghapus masa lalu, tetapi ia ingin membuka lembaran baru demi keluarga mereka.
Nur melihat Ali sedang duduk di meja makan, membaca buku kecil yang Aisyah pinjamkan dari perpustakaan. Anak itu terlihat tenang, meskipun ada kesan kesepian yang belum sepenuhnya hilang dari sorot matanya. Nur mengambil napas dalam, kemudian duduk di sampingnya.
“Ali,” panggil Nur lembut.
Ali mendongak, terlihat terkejut karena biasanya Nur jarang mengajaknya bicara langsung.
“Boleh Bunda bicara sebentar?” lanjut Nur.
Ali mengangguk pelan. “Boleh, Bun.”