Meskipun Hujan Masih Turun

Shabrina Ws
Chapter #5

Mencari Cara untuk Bicara

“Dia duduk di sampingku, mencabuti kenangan dari kepalanya, masa lalu yang belum usai sering menyakitkan ‘bukan?”

Begitulah aku membuka cerita.

Tujuh hari pasca pertemuan dengan lelaki bermantel basah di stasiun itu, aku memutuskan untuk menulis cerita tentangnya. Aku belum mengirimkan satu tulisan pun ke media semenjak pulang kemarin. Dan satu-satunya cerita yang terbayang jelas di kepalaku adalah peristiwa di tengah hujan tempo hari.

Sayangnya, belum sempat aku menyelesaikan halaman pertama, kedatangan Pak Pos yang membawa sebuah paket warna putih dengan tulisan tangan Wira itu, cukup menggangu konsentrasiku. Aku membuka bungkusan rapi itu tanpa ekspektasi apapun.

Melihat kalender yang dipakai, aku yakin dia membungkusnya di rumahku. Ini kalender yang dipasang ibu di dinding dapur, hadiah dari Koperasi Unit Desa sewaktu ayah membeli pupuk cabe. Saat aku memeriksa apakah ada pesan yang menyertai paket itu, ponselku berbunyi.

Ayah

“Assalamu’alaikum, Yah….”

“Kacangnya dipaketkan sama Wira, sudah sampai apa belum?” tanya Ayah setelah menjawab salam.

“Ini baru aja sampai.” Aku mengapit ponsel dengan pundak, dan membalikkan bungkusan berisi kacang kulit goreng itu. Tidak ada pesan apapun. Baiklah, aku tahu ini bukan dari Wira.

“Ibunya Wira ‘kan sudah nyiapin untukmu, malah nggak kamu bawa, gimana?”

“Aku lupa, Yah.”

“Ya, makanya ayah suruh Wira ngirim.”

Benar ‘kan? Paket itu bukan ide Wira. Aku memang menyukai kacang kulit goreng buatan ibunya. Di kampung kami hanya beliau yang bisa membuat kacang goreng gurih dengan kematangan yang pas.

“Kalian ini bersama sejak kecil. Sama sekali nggak pernah ribut. Wira juga selalu mengalah. Kalau sampai bertengkar dan Wira enggan ketemu kamu, itu artinya ada hal serius.”

“Ayah….” Seketika aku tercekat. Yang dibahas ayah sudah bukan lagi tentang kacang.

“Kalian ini kan sudah sama-sama dewasa.”

“Justru itu. Ayah dan ibu nggak bisa lagi menganggap kami seperti anak kecil yang apa-apa selalu seiya sekata. Kami punya pendapat yang berbeda. Kami punya pandangan yang berbeda dan… mungkin juga tujuan yang berbeda.”

Lihat selengkapnya