Meskipun ini Hari-Hari yang Terasa Hampa

RoomOfCreation
Chapter #4

TRACK #003

17 tahun yang lalu ….

Masih terlihat genangan air hujan di jalan masuk SMA Djaya Bhakti. Entah kenapa, semalam tadi, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Padahal, bulan ini sudah memasuki musim kemarau, dan hujan seperti semalam, seharusnya tidak terjadi.

Terlihat Supra Fit yang dikendarai Pak Bagyo, berhenti di dekat gerbang sekolah.

Sarah Aprilia Kaimana, usia 14 tahun, segera turun dari motor, lalu melepas helm yang dia pakai, dan menyerahkannya ke Pak Bagyo. Kemudian, Sarah menyalami dan mencium tangan Pak Bagyo.

“Nek awake krasa ra penak, langsung sms Bapak, ya, Nduk,” ucap Pak Bagyo, sambil mengusap-usap kepala anak perempuan satu-satunya tersebut.

Nggih, Pak …, “ ucap Sarah.

Sarah melambaikan ke arah bapaknya, yang segera meninggalkan sekolah. Sarah kemudian berjalan pelan-pelan, memasuki gerbang sekolah. 

Tubuh Sarah, masih terasa lemah, setelah hampir semingguan ini sakit. Hal yang membuat dia, tidak bisa mengikuti masa orientasi sekolah. Hanya 2 hari di awal saja, dia bisa mengikuti masa orientasi ini.

Bahkan, karena sakitnya ini juga, membuat Sarah belum mengenal banyak teman di sini.

Hanya Dinda dan Mela, dua murid SMA Djaya Bhakti yang sudah Sarah kenal. Keduanya, bersekolah di SMP yang sama dengan Sarah. Jadi tidak heran, jika Sarah bisa langsung mengenali mereka berdua. Walaupun, saat di SMP, Sarah tidak terlalu akrab dengan mereka.

Setidaknya, Sarah masih bisa mendapatkan info-info terbaru tentang sekolah, dari mereka, saat Sarah masih harus opname di rumah sakit.

Namun, jika melihat surat edaran untuk pembagian kelas, keduanya tidak sekelas dengan Sarah. Karena mereka, masuk ke kelas 1A, sedangkan Sarah, berada di kelas 1F. Hal ini, sedikit membuat hati Sarah kecewa.

Kini Sarah berjalan melewati lorong di timur bangsal sekolah, di mana ini adalah jalan tercepat menuju ke arah kelas 1F. Seperti info, yang dia dapat dari Dinda, di mana letak kelasnya.

Agak aneh sebenarnya, saat Sarah berjalan di lorong, dan melewati taman dekat air mancur depan perpustakaan. Beberapa murid perempuan–yang sepertinya seangkatan dengan Sarah–tiba-tiba saja berbisik-bisik, sambil melihat ke arah Sarah. Apalagi, ada beberapa yang sampai menunjuk-nunjuk ke Sarah.

Terasa sekali, kalau sedang membicarakan dirinya. Sarah bingung, apa yang membuat mereka seperti itu. Padahal, Sarah juga tidak kenal mereka. Jadi kenapa, mereka seperti tahu siapa dia.

Atau ini, hanya perasaan Sarah saja?

“Sarah …!”

Terdengar suara dari kejauhan, ada suara yang memanggil Sarah. Sarah tentu saja, langsung menolehkan kepala, ke arah suara yang memanggilnya.

“Mela …, Dinda …!” pekik Sarah kegirangan, sambil melambaikan tangannya.

Sarah merasa cukup senang, karena bisa bertemu dengan dua orang temannya tersebut. Dinda dan Mela, terlihat buru-buru beranjak dari depan kelas mereka, untuk menghampiri Sarah. Murid-murid yang ada di sekitar situ pun, langsung mengarahkan perhatian mereka ke Sarah.

“Akhirnya ….,” ucap Mela, yang langsung memeluk Sarah untuk mengucapkan selamat datang di sekolah. “Selebriti kita …, masuk sekolah.”

“Iya, ih …,” timpal Dinda sambil menyilangkan tangannya. “Pake acara gak masuknya …, lama banget. Kamu ini, ya, Sar …, masuk cuman 2 hari aja …, udah jadi artis aja.”

“B-bentar …., aku jadi seleb …? Artis ….?” ucap Sarah kebingungan. Wajah Sarah penuh tanda tanya, mendengar perkataan dua gadis di depannya ini. “Apaan, sih …? Aku gak paham …, kalian ngomongin apaan.”

“Ya, iyalah …, artis itu, mesti sok-sokan gak paham, kalau dirinya terkenal,” balas Dinda dengan nada sinis. “Gak usah merendah gitu, Sar. Ngaku aja …, kalau kamu emang terkenal di sini.”

“Kita berdua …, juga gak masalah, kok,” timpal Mela dengan nada bicara yang tidak kalah sinisnya. Dia menyilangkan tangan ke dada, dan melihat ke arah Sarah sambil memicingkan mata.

“Kita berdua, ya, Sar ….,” lanjut Mela, “Gak masalah, kamu ngakuin, kalau kamu itu …, udah kayak seleb di Djaya Bhakti”

“Kami seneng malah, punya temen seleb kayak kamu,” tambah Mela, seakan-akan, memaksa Sarah mengakui hal yang Sarah sendiri tidak tahu maksudnya.

Sarah jelas bingung, dua teman di depannya ini, tiba-tiba berubah drastis. Padahal, baru beberapa detik yang lalu, mereka memasang wajah bersahabat, dan kini, Sarah seperti musuh bagi mereka berdua. Jika melihat ekspresi dari Dinda dan Mela sekarang.

“Plis …,” mohon Sarah, “Ceritain, sebenarnya ada apa? Aku beneran gak paham, kalian ngomongin apaan.”

Lihat selengkapnya