Meskipun ini Hari-Hari yang Terasa Hampa

RoomOfCreation
Chapter #14

TRACK #012

"Hanjir ...," pekik Damian menyadari sesuatu, "PR-nya Bu Ida!"

Damian segera berlari ke luar dari studio. Tentu saja, setelah memasukkan Taylor T5-nya ke dalam kotak penyimpanan secara hati-hati. Karena gitar ini jika sampai rusak, Damian bisa menangis berdarah-darah.

Damian berlari kencang menuju kamar, dan hampir saja menabrak Bu Inar yang sedang berjalan menuju ke ruang tengah. Beruntung dia sigap untuk menghindari tabrakan tersebut.

"Ora playon ning njero omah!" tegur Bu Inar.

Damian tidak sempat meminta maaf ke Mbak Al maupun Bu Inar. Fokusnya malam ini adalah, menyelesaikan PR matematika dari Bu Ida. Salah satu guru, yang Damian takuti.

Kini Damian dalam kamar, panik mencari tas dan buku matematika. Dia lupa, menaruhnya di mana. Sambil menggaruk-garuk kepala, dia mencoba mengingat-ingat, terakhir melempar tas ke mana, dan buku matematika dia taruh di mana.

Hari ini Minggu malam, dan waktu menunjukkan pukul 10 malam. Damian lupa waktu bermain gitar, padahal Bu Inar sudah beberapa kali mengingatkan dia, apakah sudah belajar atau mengerjakan PR, dan Damian hanya menjawab dengan kata, 'iya'.

Tadi dia bermain gitar, sambil ditemani Mbak Al. Mbak Al sebenarnya juga sudah mengingatkan Damian, untuk mengecek lagi, apakah dia punya PR atau tidak. Damian hanya menjawab, 'santai'. Hingga akhirnya, Damian tersadar kalau dia punya PR, saat Mbak Al menerima telepon, dari seseorang.

Bukan mau meremehkan Bu Inar, jika Damian seperti saat ini, yang sudah berkali-kali diingatkan, tapi tidak menggubris. Bu Inar masih bisa diajak berkompromi. Mungkin, sebuah hadiah jeweran di kuping, akan diberikan oleh Bu Inar, karena Damian seperti ini. Damian, sudah merasa aman, karena sakit jeweran Bu Inar, hanya sebentar saja. Lagipula, setelah itu dia bisa mengerjakan PR-nya.

Berbeda kalau Mas Damar sampai tahu.

Bisa-bisa, Damian tidak bisa bermain gitar selama seminggu, karena studio dikunci Mas Damar. Hal paling menyiksa, dibandingkan uang sakunya disunat Mas Damar.

Beruntung, malam ini Ta & The Comma menjadi salah satu pengisi acara di sebuah kafe di Gejayan, yang sedang mengadakan acara malam amal. Cukup membuat Damian sedikit bernapas lega, karena Mas Damar tidak ada di rumah. Tinggal nanti, dia akan menawarkan diri memijat kaki Bu Inar, sebagai 'sogokan' agar tidak memberitahu Mas Damar. Dan taktik ini, selalu sukses dilakukan.

Kini Damian berkacak pinggang di tengah-tengah kamar. Melihat sekeliling, mencari buku matematika dan tasnya berada. Buku matematika, terakhir dia lihat itu di hari Jumat, karena memang di hari itu ada pelajaran dari Bu Ida. Damian mengingat lagi, kalau sempat mengambil dari tas, mengecek apa PR dari Bu Ida, kemudian melemparkan ke sembarang tempat, karena malas melihat rumus-rumus di PR logaritma.

Ya ....

Damian ingat melempar ke atas lemari baju. Dia segera menarik kursi di depan meja belajar, ke arah lemari, lalu naik ke atasnya. Buku matematika Damian, bertengger dengan tenang di atas lemari. Damian mengambil buku, turun dari kursi, dan meletakkan buku itu di atas meja.

Permasalah pertama selesai.

Kini dia melihat, di atas meja belajar tidak ada sama sekali alat tulis. Kalau boleh pakai spidol untuk mengerjakan PR, Damian akan langsung mengambil spidol warna merah muda atau kuning, untuk mengerjakan soal. Namun, pasti dia akan dimarahi oleh Bu Ida, dan dianggap nyeleneh. Karena itu, dia butuh tahu keberadaan tas ranselnya. Karena semua alat tulis, ada dalam tas.

Ah, iya ....

"Damian!" pekik Bu Inar, memperingatkan Damian yang kini berlari menuju arah studio.

Dia baru ingat, kalau kemarin pulang dari tempat Mas Cemplon, Damian langsung masuk studio, melempar tas ke sembarang tempat, dan langsung bermain gitar. Mbak Al yang mengikuti dia dari belakang, sampai menegur Damian, agar ganti baju dulu. Namun, Damina tidak menggubris, dan terus membetot senar Taylor T5. Sampai-sampai, Bu Inar masuk ke dalam studio mengacungkan gagang sapu ke Damian, agar Damian segera mengganti baju seragam yang masih menempel di tubuhnya.

Damian menuju ke arah belakang drum elektrik, saat sudah berada dalam studio. Seingat Damian, dia melempar tas ke arah sana. Damian segera melongok, dan terlihat sebuah tas warna biru dongker dengan ritsleting terbuka tergeletak di lantai. Dia segera mengambil tasnya tersebut, sambil mengecek apakah ada isi di dalam tas yang keluar. Setelah memastikan isi tas sudah lengkap, Damian segera membawa tas tersebut keluar studio.

Di luar studio, sudah menunggu Bu Inar sambil membawa centong nasi kayu di tangan. Damian malah cengengesan melihat Bu Inar seperti ini. Dia tahu pasti, kalau Bu Inar akan melempar centong tersebut, kalau dia berlari lagi dalam rumah. Damian pun berjalan perlahan-lahan menuju dalam kamar, dan Bu Inar terus mengawasi gerak-geriknya.

"Oke ...," ucap Damian saat dirinya sudah berada dalam kamar. "Penake ..., nggarap dewe, apa sesuk nyonto Via?"

Damian manggut-manggut, memutuskan sesuatu.

Lihat selengkapnya