Hania mematung memperhatikan dirinya di depan cermin dengan gaun biru muda sederhana yang dimilikinya. Hari ini dia berencana untuk menghadiri reuni SMA atas undangan Satria. Dia menyisir rambut dan merapikan dandanannya agar terlihat lebih rapi.
Meskipun tidak mewah, pakaian Hania cukup membuatnya percaya diri. Dia bertekad untuk pergi ke reuni dengan menyingkirkan banyak keraguan dan kecemasan akan pertemuan dengan Agas, cinta pertamanya.
Hania berdoa agar semoga laki-laki itu tak berpapasan dengannya. Gugup, cemas, namun rindu bercampur jadi satu.
Setelah sarapan singkat bersama bibinya, Hania pamit untuk berangkat ke kampus. Acara reuni SMA nya akan diadakan di aula pertama kampus ini. Membuat keuntungan lain untuk Hania yang bisa menjalani kelas terlebih dahulu sebelum menghadiri acara reuni.
Sepanjang jalan kampus Hania sudah dipenuhi dengan berbagai ornament dan juga spanduk acara reuni. Membuat hati Hania berdebar-debar, tenang Hania acaranya masih nanti sore. Masih ada beberapa jam untuk mengikuti kelas pagi.
Seusai kelas, jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Hania sedikit berlari kecil karena reuni akan segera dimulai. Hania sampai di pintu utama aula, langkahnya melambat tak seperti detak jantungnya yang berdebar makin kencang.
Hania sedikit terasing ketika pertama kali memasuki ruangan aula. Keramaian di dalamnya membuatnya gugup, Sahabatnya, Satria belum tampak batang hidungnya. Dimana sebenarnya dia, Hania sempat melihat kesana kemari mencari batang hidungnya. Namun belum juga ketemu.
Akhirnya, dia berbincang dengan kelompok dari kelas lain. Untungnya Hania mengenal salah satu orang disana. Dia membaur dengan yang lain sambil terus mencari Satria. Tak lama Hania melihat orang yang sejak tadi dicarinya. Satria sedang berdiri di sudut ruangan sambil melihat ke ponselnya. Hania menunggu laki-laki itu melihatnya. Mata mereka akhirnya bertemu setelah sesaat, Satria melambai dan mendekat pada Hania.
“Hampir saja aku menelponmu, aku senang kamu akhirnya datang,” ucap Satria dengan semangat lalu memasukkan ponsel ke saku celananya. Hania tersenyum kecil, “Maaf ya aku tidak ngabarin kamu dulu, kalau sudah sampai,” ucapnya.
“Gapapa. Ayo kita kumpul sama teman-teman lain,” Satria membawa Hania ke area dimana teman-teman kelas mereka berkumpul. Mereka akhirnya berbincang dengan nyaman dengan kelompok kelas mereka semasa SMA.
Tak lama Hania melihat Agas berdiri di sudut ruangan. Laki-laki itu masih terlihat mempesona dikelilingi banyak teman lama yang sedang mengajaknya berbicara. Sesaat mata Hania dan mata Agas bertemu. Mereka saling memandang untuk beberapa menit, hingga akhirnya Satria berkata di belakang Hania memutus kegiatas saling pandang antara Hania dan Agas.
“Itu Agas?” ucapnya.
Tiba-tiba Agas melambai ke arah Satria dan Hania. Bersamaan dengan itu hati Hania merasa kembali berdebar, perasaannya tidak nyaman kembali.