Seorang gadis sedang duduk di depan meja riasnya, terdiam sambil memandangi beberapa foto yang berserakan diatas meja. Pandangannya fokus dengan satu foto, sebuah foto sepasang anak muda yang tersenyum lepas dengan latar taman sebuah Universitas.
Foto yang menggerakkan tangan Danisa untuk melihatnya lebih dekat mengabaikan foto lainnya. Foto yang menampakan dirinya dan Satria dalam satu frame.
Malam makin sunyi, kenangan masa lalu tiba-tiba membanjiri pikiran Danisa. Saat itu mereka berdua masih muda, ceria, penuh semangat, dan saling jatuh cinta. Bagi Danisa, Satria adalah pria pertama yang benar-benar memahami dirinya. Pria yang bisa menerimanya apa adanya. Seseorang yang selalu membuatnya merasa aman.
Pertama kali mereka bertemu di acara musik sekolah untuk menyambut murid baru. Saat itu Danisa tampil menyanyi bersama teman-teman band kecilnya.
Selesai tampil, Danisa tiba-tiba dikagetkan dengan Satria yang menghampiri dirinya.
“Suara kamu bagus banget,” ucapnya dengan senyum lebar, “By the way, aku Satria anak IPA-2, kalau kamu?” Satria mencoba berkenalan dengan Danisa.
Danisa yang masih malu-malu tersenyum dan akhirnya membalas jabat tangan Satria, “Makasih, aku Danisa IPA-3.”
“Jadi, kamu satu kelas dengan Hania dong.” Satria membahas sahabatnya. Danisa mengangguk, meski tidak dekat dia tahu di kelasnya ada anak bernama Hania.
“Aku mau traktir kamu minum, mau nggak? Aku kagum banget sama suara kamu. Kita ngobrol-ngobrol.” Satria membujuk Danisa agar mau bergabung dengannya. Danisa mengangguk.
Lama-lama hubungan mereka menjadi dekat, beberapa kali Satria membawa Danisa saat berkumpul bersama teman-temannya. Hingga akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pacaran.
Hubungan mereka bertahan lama sampai ke universitas. Danisa sangat nyaman dengan Satria, pria itu penuh semangat, ceria, dan optimis membuat Danisa merasa aman ketika bersama Satria.
Satria selalu membuat Danisa merasa menjadi diri sendiri, hal yang sangat sulit dilakukan ketika berada di rumahnya.
Namun, semakin lama dan semakin dalam hubungan mereka. Perbedaan antara keduanya mulai terasa. Satria yang lahir dari keluarga sederhana, sedangkan Danisa merupakan anak dari keluarga terhormat.
Kesenjangan sosial itu tidak pernah menganggu hubungan mereka pada awalnya, namun perlahan hal tersebut mempengaruhi hubungan mereka.