Hania tak menyangka jika pagi itu, ketika dia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus, hidupnya akan berubah secara tak terduga. Dia yang sudah terbiasa dengan rutinitas hariannya, bangun pagi, bekerja, kuliah, menikmati sore hari di taman kampus sambil meneguk cappuccino latte ice kesukaannya. Pagi itu agak berbeda, dengan kopi hangat di tangannya dia pergi ke perpustakaan karena harus mengerjakan tugas-tugasnya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya.
Di Tengah langkahnya, Hania mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. “Hania?”
Dia berbalik dan melihat Agas sudah berdiri di depannya, tampak rapi dengan kemeja putih dan celana hitam yang selalu membuatnya terlihat berkelas. Hati Hania berdebar keras, dan perasaannya yang sudah lama dia pendam tiba-tiba muncul kembali. Agas tersenyum, senyum yang pernah membuat Hania jatuh hati sejak mereka masih di SMA.
“Agas? Hai, apa kabar?” Hania mencoba menjaga suaranya tetap tenang, meskipun di dalam dirinya terjadi perang emosi.
Agas melangkah mendekat, matanya yang tajam memandang Hania penuh perhatian. “Aku baik. Lama tidak bertemu. Apa kamu sedang sibuk?”
Hania menggeleng. “Uhm tidak terlalu. Aku hanya ingin mengerjakan beberapa tugas.”
Agas mengangguk, lalu menawarkan, “Bagaimana kalau kita duduk di kafe sebentar? Aku ingin mengobrol denganmu.”
Hania ragu sejenak, tapi akhirnya dia setuju. Mereka berjalan beriringan menuju kafe kecil yang ada di kampus. Suasana kafe itu terasa nyaman, seperti biasanya, tetapi, tidak untuk Hania yang masih berperang dengan hatinya. Pasalnya, ini adalah pertemuan mereka kembali setelah acara makan bersama waktu itu, meski sebelumnya Hania melihat Agas sedang bersama Danisa.
Setelah memesan minuman, mereka duduk di meja yang berada di pojok, jauh dari keramaian.
Percakapan awal mereka hanya diisi dengan basa-basi, tentang pekerjaan, kuliah, dan kehidupan umum. Namun, Hania bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari cara Agas berbicara padanya. Tatapan pria itu tak pernah lepas darinya. Seolah-olah dia tak ingin kehilangan seseorang di depannya, Hania merasakan itu.
Hening sesaat.
“Aku dengar kamu sibuk dengan program magang,” kata Agas tiba-tiba, memecah kesunyian yang sempat muncul di antara mereka.