Danisa tidak bisa mengabaikan perasaan yang terus menghantui pikirannya. Sejak pertemuan tak terduga antara Agas dan Hania di acara reuni, dia mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman di hatinya. Meskipun Agas tidak pernah secara langsung membicarakan Hania, Danisa bisa melihat perubahan kecil dari sikapnya. Tatapan kekasihnya itu seringkali terlihat kosong, seolah pikirannya melayang entah kemana, dan Danisa tahu betul siapa yang sedang dipikirkan oleh Agas.
Sebagai wanita yang cerdas, Danisa tahu betul, bagaimana hubungannya dan Agas bisa bersatu. Wanita itu sudah mengerti posisinya saat ini tidak mudah ditinggalkan oleh Agas. Namun, kedekatan Agas dan Hania meragukan keyakinannya. Hania, gadis lugu yang tidak berarti, kini tampaknya mulai mengusik ketenangan hatinya.
Ketika Danisa dan Agas makan malam di restoran langganan mereka, Danisa memutuskan untuk membicarakan apa yang mengganjal di pikirannya akhir-akhir ini. Meski, dia cemburu Danisa berusaha tetap tenang di depan Agas.
“Agas,” katanya dengan suara lembut, sambil memutar gelas anggurnya, “Aku dengar kamu bertemu dengan Hania beberapa kali.”
Agas menatapnya dengan sedikit kaget, tetapi segera mengangguk. “Iya, kami kebetulan bertemu. Kenapa?”
Danisa menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Tidak. Aku hanya merasa… sedikit khawatir.”
“Khawatir? Soal apa?” Agas tampak bingung.
Danisa meletakkan gelas minumannya dan menatap langsung ke mata Agas. “Aku tahu kamu dekat dengan Hania, dan aku juga tahu bagaimana perasaanmu padanya, kuharap itu tidak terjadi.”
Agas terdiam sejenak, merenungkan kalimat Danisa. “Maksud kamu?”
“Kamu punya perasaan, kan dengan Hania?”
“Hania dan Aku hanya teman masa lalu.” Agas menegaskan.
Namun, Danisa masih meragukan jawaban Agas. “Tapi aku bisa melihat ada yang berbeda dari cara kamu melihat Hania.” Balas Danisa dengan nada lebih tegas. “Kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi aku bisa merasakannya, Agas. Bahkan, setiap kali kamu menyebut nama ‘Hania’ ada sesuatu dalam nada suaramu yang tidak seperti biasanya.”
Agas terkejut dengan kata-kata Danisa. Dia tidak menyangka bahwa perasaannya terhadap Hania begitu jelas hingga Danisa bisa mengetahuinya. Namun, dia tidak bisa mengelak dari kenyataan bahwa pertemuannya dengan Hania memang mengusik hatinya.
“Danisa, kamu tahu, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku dan Hania bukan apa-apa, kami hanya teman dari masa lalu.” Ucap Agas, meskipun ada sedikit keraguan dalam suaranya.