Natalian Kusumawati. Sahabat Maura sejak dibangku SMP itu adalah putri tunggal dari seorang CEO yang sangat kaya raya, sama seperti Maura. Namun ia selalu berfikir Maura lebih dan lebih beruntung darinya.
Pagi ini ia telah duduk tenang diruang makan rumahnya, bersama laptopnya. Tidak seperti Maura yang bersama kedua orangtua nya. Begitu Nata selama ini membandingkan hidupnya dengan sang sahabat.
Orang tua nya memang telah berpisah sejak Nata berumur 10 tahun. Karna sang papa yang tidak mau merawatnya akhirnya Nata tinggal dengan sang mama. Tak banyak kegiatan yang Nata lakukan bersama mamanya. Karena mamanya adalah seorang single parent, jadi sangat jarang berada dirumah.
"Itu sarapan buat siapa bi?" tanya Nata ketika Bi Minah, pembantu rumahnya meletakkan segelas susu diatas meja.
"Ini untuk ibu Non. Semalam ibu pulang," jawab Bi Minah sopan.
Nata hanya terdiam mendengar penjelasan Bi Minah. Sebelum akhirnya Ratna, mamanya terlihat menuruni tangga, "Selamat pagi," sapanya setengah berteriak.
"Bibi permisi Non." pamit Bi Minah yang dijawab senyuman oleh Nata.
Ratna menghampiri putri semata wayangnya yang sudah tidak ia temui dalam beberapa minggu ini, "Pagi sayang, gimana? ada apa hari ini?" tanya Ratna sambil duduk dikursinya untuk menyantap sarapan.
"Tumben mama ada dirumah?" tanya Nata sambil terus menatap layar laptopnya.
Ratna menatap putrinya sambil tersenyum, "Mama hari ini free. Kerjaan mama udah di handle sama orang kantor," jawab Ratna.
Nata hanya mengangguk mendengarnya. Kalimat jawaban itu sudah biasa Nata dengar dari mamanya. Dan semuanya berujung kecewa. Karna 10 menit setelah mamanya mengatakan itu, telfon mamanya pasti berdering menandakan ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan.
"Ohh iya gimana sama sekolah kamu? aman kan? mama udah lama nggak kesekolah kamu," tanya Ratna lagi.
Nata tersenyum sinis mendengar pertanyaan mamanya, "Ya iyalah mama udah lama nggak kesekolah Nata, kan mama selalu ada di kantor," jawab Nata sinis.
Mendengar jawaban putrinya, Ratna menghentikan aktifitas sarapannya, "Nata, kamu harus ngertiin mama dong. Mama di kantor terus kan kerja. Mama kerja buat kamu, untuk masa depan kamu. Yang penting kan semua kebutuhan kamu terpenuhi, mama nggak ingin kamu merasa kekurangan," jelas Ratna.
Nata menatap mamanya tajam, "Nggak usah muluk-muluk ma, liat yang sekarang aja, mama ada nggak buat Nata? enggak kan?!! Ma, Nata nggak butuh uang dan semua ini, Nata butuh mama, Nata butuh kasih sayang mama, Nata butuh mama disaat Nata nggak ada siapa-siapa untuk cerita, Nata cuma butuh mama ada buat Nata!" ucap Nata hampir manangis. Ia sangat butuh mamanya.
Ratna terdiam mendengar ucapan putrinya. Nata selalu seperti ini dalam fikirannya. Membangkang apa yang ia katakan, "Nata, mama gak bisa sama kamu terus. Gimana kalau mama nggak kerja? masa depan kamu gimana? papa kamu udah gak peduli sama kita," tambah Ratna mulai emosi.
Nata mengalihkan pandangannya sambil mengusap air matanya yang mulai membasahi pipinya dengan kasar, "Sekarang Nata tau kenapa papa milih pisah sama mama. Itu karna mama itu egois, selalu mikirin kebahagiaan mama sendiri!" tambah Nata tak kalau emosi.
"Nata!!! mama nggak pernah ngajarin kamu kayak gini ya! Ok, sekarang mau kamu apa? mau mama dirumah aja, gitu?" tanya Ratna setengah berteriak.
Nata mengatur nafasnya yang mulai tidak beraturan karna pertengkaran dengan mamanya yang sudah kesekian kalinya, "Nata mau pindah kesekolah dimana Maura sekarang sekolah. Nata mau ikut Maura ke Taruna," ucap Nata tanpa beban.
"Kamu nggak serius kan? kalau pun kamu serius, pasti itu bukan mau kamu, ya kan?" tanya Ratna emosi.
"Ini mau Nata sendiri. Ma, Nata udah pernah bilang, mama nggak bisa nyalahin orang lain atas kesalahan mama sendiri!" jawab Nata tenang namun tajam sambil kembali fokus pada layar laptopnya.
Ratna menatap putrinya tajam, "Maksud kamu apa?! semuanya pasti karna gadis itu kan?! kamu membangkang mama karna bergaul sama Maura. Mama udah sering bilangin kamu kan, kamu nggak usah berteman lagi sama Maura. Kenapa nggak pernah dengerin mama!" tambah Ratna berapi-api.
Nata menutup layar laptopnya kasar, "Ma, mama pernah nggak mikirin Nata disela-sela kerjaan mama? Nata setiap hari iri sama temen-temen Nata ma. Terlebih sama Maura. Dia punya mama dan papa yang lengkap, meskipun mama dan papa nya sibuk kerja, Maura tetep bisa ngerasain disayang. Makan bareng satu meja setiap hari, terus mama? mama sibuk dikantor dan Nata? dimeja ini sendirian setiap hari!" cecar Nata sambil menangis.
"Nata kayak gini itu karna mama, bukan karna Maura. Jadi Nata minta mama urus kepindahan Nata. Kalau enggak, mama akan tau sendiri apa yang Nata bisa lakuin." tukas Nata lalu pergi meninggalkan sarapannya yang bahkan belum disentuhnya.
Ia sungguh tidak bisa berlama-lama satu ruangan dengan mamanya. Nata melirik jam yang ia pakai dipergelangan tangan kirinya. Ia tampak berfikir, "Masih jam enam. Gue kerumah Maura dulu kalik ya. Dari kemaren Hp nya nggak aktif." ucap Nata lalu membuka kursi mobilnya bersiap meluncur kerumah sahabatnya.
Vano nampak duduk dengan cemas. Ia terus meremas kedua tangannya lalu sesekali mengacak rambutnya kasar. Dari 10 menit yang lalu ia telah sampai dirumah Maura. Ponsel gadis itu tidak aktif sejak ia mengantarkannya pulang.
"Van," panggil seseorang dari dalam rumah.
Vano menoleh dan mendapati Maura dengan wajah pucatnya, "Ra, loe masih pusing?" tanya Vano sambil menghampiri gadis itu dan menuntunnya untuk duduk.
Maura tersenyum, "Lumayan dikit tapi udah lebih mendingan kok. Loe udah nyampe sini aja, gue padahal belum mandi," ucap Maura sambil tertawa.
"Masih mau sekolah?" tanya Vano tak percaya. Wajah gadis itu tampak pucat. Bagaimana mungkin Maura masih ingin kesekolah?!
Maura mengangguk, "Hari ini kan ada acara disekolah, jadi harus tetep masuk. Kalau nggak masuk stand gue siapa yang jagain?" jelas Maura.
"Loe gila ya?! loe itu sakit, kenapa masih mau berangkat sekolah? enggak! loe dirumah aja!" perintah Vano.
Maura mengerutkan keningnya, "Gue udah baikan kok, justru karna sakit harus banyak aktifitas. Kalau dirumah pasti bakalan bosen, mama juga sibuk di toko," tambah Maura.
"Vano!" panggil seseorang dari balik pagar.
Vano dan Maura yang duduk diteras pun menoleh ketika mendengar seruan itu, "Nata?! annyeonghaseyo," sapa Maura ceria seperti biasanya.
Nata tersenyum berjalan mendekati sahabatnya, "Ra, gwenchanayo? loe pucet banget?" tanya Nata cemas dengan logat koreanya.