"Maura ayo bangun! ini udah siang!" ucap Siska setengah berteriak sambil menyibakkan selimut yang menutupi tubuh putrinya.
Hari ini adalah hari Senin. Namun, Maura terlihat malas beranjak dari tempat tidurnya. Bagaimana tidak, Maura sudah sangat lama tidak merasakan tidur dikasur empuk seperti saat ini.
Ditambah lagi acara kemarin bersama teman-temannya sangat menguras tenaganya. Akibat kekenyangan makan daging melebihi batas wajar membuat Maura malas menggerakkan tubuhnya, "Ahhh mama, Maura masih ngantuk. Ambil libur aja ya hari ini." ucap Maura bernegoisasi masih dengan mata terpejam.
Siska membelalakkan matanya mendengar ucapan Maura. Anak itu kembali pada kebiasaan buruknya. Malas. Siska pun kembali mendekati putrinya, "Ra, nggak boleh gitu ah. Lupa udah janji apa sama mama? katanya mau rajin belajar supaya bisa dapet beasiswa kuliah di Korea," ucap Siska mengingatkan.
Maura memang telah membahas ini dengan mama dan papanya. Tekadnya sungguh telah bulat untuk kuliah di Negeri Gingseng itu. Maura melihat ada masa depan indah disana. Tentu bersama ketiga sahabatnya.
Mendengar mamanya berucap begitu lembut, membuat Maura membuka matanya sempurna. Ia lalu bangun dari tidurnya dan menatap teduh sang mama yang tengah duduk disampingnya, "Ma, Maura gak lupa kok. Maura mandi sekarang." ucap Maura sambil tersenyum.
Siska merekahkan senyumnya melihat putrinya telah tambah dewasa seiring berjalannya waktu. Ia sudah tak merasakan kekhawatiran-kekhawatiran nya yang dulu. Ia sudah sangat jarang bahkan sudah terkesan tidak pernah mendengar rengekan manja sang putri.
Seketika Siska memikirkan bagaimana nasib putrinya kelak jika Maura benar-benar kuliah di Korea. Negara itu sangatlah jauh. Mengingat waktu itu akan tiba satu tahun lagi. Melihat mamanya terlihat sedih, Maura jadi khawatir dan langsung menyadarkan sang mama dari lamunannya.
"Ma, mama kenapa? kok sedih?," tanya Maura.
Siska menghapus air matanya yang hampir terjatuh, "Ahhh nggakpapa. Mama cuma kepikiran masa depan kamu aja. Mama khawatir, apa yang terjadi kemarin mempengaruhi masa depan kamu." jawab Siska jujur.
Maura terdiam lalu memeluk perempuan yang telah melahirkannya itu erat. Sebagai anak tunggal yang selalu melihat perjuangan mamanya, sering kali Maura tertegun dan menangis sendiri ditengah malam.
Mamanya itu telah berkorban sangat banyak untuk hidupnya. Sebut saja dari ia masuk SD sampai saat ini. Mamanya itu selalu sabar mendengar keluhannya. Bahkan Maura pun tidak akan bisa sekuat dan sesabar mamanya.
"Ma, mama nggak perlu khawatirin itu. Maura janji akan merancang masa depan Maura sendiri sebaik mungkin. Maura akan belajar segiat mungkin untuk dapetin beasiswa kuliah di Korea itu. Jadi mama dan papa nggak perlu keluarin biaya lagi," jelas Maura menenangkan.
Siska mengelus lalu mencium pucuk rambut putrinya. Ia sungguh terharu dengan ucapan Maura. Sungguh, ucapan itu membuat kekhawatiran Siska memudar. Ia akan mencoba percaya pada Maura. Memberinya putrinya kesempatan merancang masa depan indahnya sendiri.
"Iya mama percaya Maura bisa. Kan mau ketemu siapa itu, bihun ya?," ucap Siska sambil sedikit tertawa.
Maura melepaskan pelukannya lalu mengerucutkan bibirnya kesal. Kenapa mama nya begitu tega pada pengeran koreanya? namanya Sehun bukan bihun, "Ihh mama, Sehun bukan bihun. Emang dia makanan," ucap Maura kesal.
Siska tertawa, "Ohh salah ya, maaf deh. Iya Sehun yang paling ganteng itu kan? yaudah sekarang Maura mandi nanti keburu Vano dateng," peringat Siska.
Ohh iya jangan lupakan Alvano Candra Bramanta, pengembara bulan yang percaya diri itu. Maura sudah melarangnya untuk menjemputnya, namun sepertinya cowok itu tak mengindahkan ucapan Maura sehingga keukeuh menjemputnya.
"Iya mama," jawab Maura.
"Yaudah mama siapin sarapan dulu ya." tukas Siska lalu keluar kamar meninggalkan Maura agar bersiap-siap kesekolah.
Sepeninggal mamanya, Maura segera beranjak kekamar mandi. Ia juga tidak mau mendapat ceramah panjang kali lebar dari seorang Alvano akibat membuatnya menunggu.
Suasana berbeda terjadi dimeja makan rumah Vano. Sedari tadi cowok itu melirik tajam sang kakak yang tengah duduk dihadapannya. Ia memang menerima dengan tangan terbuka Danu tinggal dengannya lagi. Namun, sifat kakaknya yang diberi hati minta jantung itu kembali membuat emosi Vano memuncak.
Pagi ini, Danu tidak hanya akan makan dimeja yang sama dengannya. Namun juga mulai hari ini kakaknya itu akan bersekolah di SMA yang sama dengannya.Kembali seperti dulu lagi. Vano sempat beradu mulut dengan ibunya kalau saja tak segera dihentikan oleh Pandu.
Vano tidak habis fikir dengan pemikiran ibunya. Sebenarnya apa yang telah diberikan Danu pada ibunya sehingga membuat sang ibu begitu meng-istimewakannya? yang Vano tau kakaknya itu tidak pernah memberikan apapun selain kesedihan dan air mata.
Sedangkan Danu, jangan tanya cowok itu sedang apa. Cowok itu terlihat sangat senang karna permintaannya telah dipenuhi oleh sang ibu. Senyum kemenangan tak luput dari wajahnya saat ini menanggapi tatapan tajam sang adik.
Kembali ke SMA Taruna adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan hati Maura kembali. Entah sekarang apa yang menjadi pemicu Danu kembali mengejar Maura. Yang pasti bukan karna Maura telah kembali kaya. Kalau memang hanya karna uang, Angel mantan pacarnya yang telah ia putuskan semalam juga orang kaya.
Mungkin hanya karna ia tau adiknya dekat dengan Maura. Ia akan kembali bersaing dengan sang adik. Tak pernah ada kata menyerah sebelum perang dalam kamus hidup Danu. Itulah yang membuatnya selalu hidup dalam keegoisan.Sehingga ia sendiri tidak pernah tau dimana letak kesalahannya pada sang adik.
"Nah, ini dia sarapannya. Ayo sarapan nanti kalian terlambat," ucap Ratih sambil meletakkan nasi di piring suaminya.