Matanya nyalang penuh nafsu. Menatabku seperti hendap melahabku habis. Wajar dia suamiku. Tapi aku tidak mau tergelatak bersamanya di suatu malam tanpa ada cinta diantaranya.
Dia mendekatiku sampai mundurku telah diakhiri tembok. Dia berjalan mendekat seperti sudah tak tahan lagi segala sikabku selama ini yang terus menunda-nunda malam pertama dengan kisah-kisahku yang sengaja kuceritakan setiap malam. Agar dia selalu urung menyentuhku.
Kulakukukan hal ini hanya karena tiada rasa sedikitpun terselip untuknya. Karena menikahinya hanya karena kawan dekatku yang meminta aku menjadi madunya.
Rasa sayangku terhadap kawan. Membuatku tak dapat menolak. Ditambah dia anak kyaiku. Yang dijatuhi vonis tidak bisa mengandung. Sedangkan keluarga lelaki menginginkan cucu yang nantinya menjadi penerus untuk pesantrennya.
Suaminya dititahkan menikah lagi. Dan Dira kawanku yang memilihkan calon istri baru untuk suaminya. Dan itu aku, sahabt dekatnya.
Rasanya ingin berkata kasar. Kenapa membawa-bawaku pada situasi yang jauh dari idealismeku. Perempuan tangguh. Bersuami yang setia pada satu istri.