Metamorfosa

maspupah Az-Zahra
Chapter #1

Pemutusan Hubungan Kerja

Sebagai fresh graduate dengan prestasi cumlaude, aku harus bersaing dengan ribuan sarjana lainnya untuk bisa memasuki salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Aku seorang pekerja keras, dan seorang anak pertama dari lima bersaudara.

Aku harus menjadi contoh dan inspirasi untuk adik-adikku. Dengan cepat, tiga setengah tahun aku menyelesaikan kuliah di kota kembang jurusan manajemen bisnis.

Merantau ke kota metropolitan untuk mengadu nasib, aku memulai karirku dengan menjadi karyawan kontrak. Yang mana dalam keadaan tertentu bisa didepak dari perusahaan.

Bibir mungilku menyunggingkan senyum ketika menatap sebuah gedung pencakar langit yang menghiasi kota metropolitan. Kesan megah dan mewah terpancar dari setiap arsitektur gedung yang terpampang. Namum, senyum itu tidak berlangsung lama. Sebab di tahun ini pandemi covid 19 yang disebabkan oleh virus corona sedang melanda dunia.

Pemerintah memberikan instruksi ke beberapa perusahaan untuk menghentikan mobilitas perusahaannya guna mencegah penyebaran virus di perusahaan. Bahkan tak segan, sebagian perusahaan memberhentikan karyawan untuk meminimalisir kerugian yang terjadi akibat ledakan korban covid 19.

Sebagai seorang karyawan kontrak, aku harus rela mengorbankan mimpiku. Dedikasi yang kuberikan untuk perusahaan tak seperti yang kubayangkan, karena aku termasuk karyawan yang di berhentikan.

"Daima Benazir" sapa Pak David HRD perusahanku, ketika aku memasuki ruangan kerjanya. Suara bariton Pak David membuat bulu kuduk merinding.

Ketika memasuki ruangan kerja Pak David, beliau sedang menopang dagu dengan kedua tangannya sambil menatap dengan dingin. Kemudian aku berjalan menuju meja kerjanya. 

Beberapa saat aku terdiam. Pak David akhirnya mempersilakanku untuk duduk. Seketika aku langsung duduk di sebrangnya. Pak David yang semula menopang dagu. Kemudian duduk tegak menatapku, "kamu sudah tahukan? di apel pagi tadi namamu termasuk karyawan yang di berhentikan? ini uang gaji terakhirmu dan pesangonmu." Tanpa basa-basi Pak David memberikan amplop coklat berisi uang itu kepadaku. Tidak ada ucapan terimakasih atau apa pun yang keluar dari mulutnya.

Sebelum ucapan terimakasih keluar dari mulutku, mulut ini terkatup kembali, "silahkan keluar." Perintahnya dengan nada dingin. Namun sebelum berbalik badan aku menyempatkan mengucap terimakasih "terimakasih pak, atas kesempatannya." Hanya kata itu yang mampu keluar. Padahal ingin rasanya memprotes kebijakan untuk karyawan kontrak, mengingat pengorbananku sebagai karyawan baru yang menghabiskan waktu untuk berada di kantor.

Aku pun langsung keluar dengan memasukkan amplop coklat itu kedalam tas, tanpa menoleh sedikitpun kebelakang karena takut dengan tatapan dingin pak David.

Lihat selengkapnya