Aku pun yang melihat ada seseorang sedang mengendap seketika berteriak "jangan masuk! Kamu siapa?" Teriakku dengan kaget. Kemudian terbangun dari rebahan dan menutup pintu. Namun, ketika ingin menutup pintu dia dengan sigap menahan pintu untuk tetap terbuka.
Tampaknya dia melongokkan kepala di balik pintu, seketika aku mundur agar tidak berdekatan. "Jangan takut aku tetanggamu di lantai atas, kenapa kosan kita sepi kayak kuburan?" Tanyanya dengan nada keheranan sambil celingukan.
"Emang kamu tidak tahu? Kalau area kosan kita terkena wabah covid?" Aku balik bertanya dengan jengah.
"Mana aku tahu. Makanya kesini mau nyari informasi. Beberapa hari yang lalu aku pulang kampung, kemudian bersemedi di gunung bareng teman-teman kerjaku yang di berhentikan bekerja." Ujarnya menjelaskan dengan wajah yang berubah mimiknya menyedihkan. Namun tidak berselang lama ia menampilkan wajah cerianya yang membuatku kesal dengan makhluk satu ini.
"Sudahlah pergi jangan kesini aku positif covid, kamu tahukan virus corona?" Usirku sambil bertanya, berharap dia pergi. Aku takut keberadaan dia yang dekat-dekat denganku akan menambah jumlah orang yang terkena virus corona.
"Hei gadis bodoh! jangan khawatir. Tidak akan pindah satu virus dari satu tempat ketempat lainnya tanpa izin Allah." Ujarnya dengan begitu yakin dan semua perkataannya penuh dengan penekanan sambil membetulkan jilbab instannya yang sedikit berantakan.
"Apa? gadis bodoh!" Gumamku dalam hati. Panggilannya terhadapku menyulut emosi, dengan kesal aku menampakkan wajah dengan ekspresi yang tidak bersahabat. Dia malah menepuk bahuku dengan kencang sambil berujar "By the way kenapa kamu sendiri disini? sedangkan yang lain tidak ada?"
"Aku sedang isolasi mandiri." Jawabku dengan singkat. Seketika Dia malah tertawa dengan kencang. Membuatku semakin kesal dan ingin menyentil keningnya dengan tangan lentik ini. Namun, aku urungkan karena keadaanku yang tidak tega menyentuhnya, takut virus yang ada dalam tubuhku berpindah dengan senang hati ke dalam tubuhnya yang menyebalkan itu.
"Mentang-mentang isolasi mandiri. Kamu memilih sendirian di sini haha..." Tawanya membuatku ingin segera menutup pintu. Namun, ia melanjutkan ucapannya dengan penuh perhatian dan kebanggaan "kamu makan bagaimana? Aku jago masak loh."
"Terus?" Tanyaku dengan singkat dan malas sambil mendelik melihat dia.
"Iya. Aku menawarkan diri. Mau aku masakin enggak? Aku bawa makanan dari kampung sebelum berangkat ke gunung." Tawarnya dengan mata berbinar.
"Jangan sok perhatian deh. Kita enggak kenal udah pergi sana!" Usirku berharap dia pergi karena masih kesal dia mengataiku gadis bodoh.
"Iya makanya kita kenalan, aku De li a" ujarnya sambil mengulurkan tangan dan mengeja setiap huruf dari namanya.