Metamorfosa

Siska Amelia
Chapter #3

Bagian 3 | Sang Mantan Ketua OSIS

APA yang akan kalian lakukan jikalau saat ini berada diposisiku. Terjebak diantara kedua teman yang sedang berdebat, hanya karena satu permasalahan kecil yang kemudian menimbulkan percikan api yang besar. Apalagi kedua teman tersebut adalah teman yang dekat denganmu, siapakah yang akan dipilih? atau memilih untuk menjadi penengah diantara keduanya? Opsi satu bukanlah cara yang terbaik namun opsi kedua juga sepertinya tidak mempan untuk kedua temanku yang abnormal ini.

Aku sudah berusaha untuk menjadi penengah yang baik, berusaha melerai perdebatan mereka. Namun lagi-lagi aku kalah keras dengan umpatan-umpatan mereka yang terdengar sangat tidak ada baiknya itu. Suaraku ini lirih, seperti orang yang sedang berbisik- kata orang. Padahal tidak begitu juga, suaraku tergolong suara yang berat. Kata ayah, dulu aku sering diejek oleh teman-temanku karena suaraku yang mirip seperti laki-laki.

“Gila loe ya, cowok kayak gitu gue sukai? Jijik banget gue suka sama dia. Oke, emang dulu gue sempat suka sama dia, tapi sekarang ini gue udah move on. Cowok playboy kayak gitu nggak level sama gue, levelnya mah emang sama loe. Sama-sama play. Playboy and playgirl, cocok kan,” cerocos Harsi dengan mata melotot, sangat terlihat dengan jelas bahwa dirinya begitu menggebu-gebu memaki-maki Reyna

“An***g, loe menghina gue hah? Dasar loe ya!”

Perkelahian pun terjadi, aku bingung harus bagaimana. Aku sudah berusaha untuk melerai, namun selain suara mereka yang begitu keras. Kekuatanku juga dibawah mereka, kata orang saat seseorang marah maka kekuatan mereka naik begitu signifikan. Dan aku membuktikannya, aku sampai tersungkur saat berusaha memisahkan mereka. Ajaibnya, siswa-siswi yang berada disekitarku hanya bisa mematung, melihat tontonan gratis. Tak ada yang berusaha untuk melerai, malah menjadi penonton. Semakin lama semakin banyak yang berdatangan namun bukannya melerai, mereka malah sibuk dengan gajdet mereka masing-masing, merekamnya.

Aku mendengus kesal, dalam hati memaki-maki siswa-siswi yang sedang merekam kejadian tersebut untuk kemudian dijadikan status. Mereka pikir, ini adalah dunia sinetron apa. Dimana nurani mereka coba.

“Awas! Minggir.”

Aku berusaha menerobos kerumunan tersebut setelah para siswa mulai mengerumu ni kedua temanku yang sekarang ini sepertinya sedang adu jambak. Herannya tak seperti perkelahian antara laki-laki yang sering adu jotos, perempuan memang unik. Mereka berkelahi namun saling adu kekuatan rambut mereka masing-masing.

“Sudah, sudah! Kalian jangan ribut,” leraiku

Namun bukannya mendengarkanku mereka sepertinya malah semakin brutal, jilbab yang dipakai Harsi mulai terlepas sedangkan rambut Reyna yang tadinya rapi kini mulai berantakan tak tertata. Seragam mereka pun menjadi lusuh. Aku benar-benar bingung, sepertinya aku teman yang tidak berguna. Untuk melerai mereka saja aku tidak bisa, teman macam apa aku ini. Dan untuk yang terakhir kalinya aku berusaha untuk melerai mereka berdua dengan sekuat tenagaku. Namun hasilnya tetap nihil, aku malah tersungkur menabrak dada bidang seseorang

Aku mendongak keatas, mendapati seseorang yang tak asing. Wajah kami sontak saling bersitatap, secara tak sengaja aku malah menabrak siswa tersebut.

“Maaf,” ujarku singkat, buru-buru membenarkan posisiku, ia pun hanya mengangguk.

“KALIAN BERHENTI!!”

***

“Apa-apaan kalian ini? Kalian sekolah untuk mencari ilmu, bukan menjadi petinju!” gertakan dari pak Bobby memang membuat siapapun menciut. Seketika suasana diruangan ber-AC ini menjadi panas, padahal aku berada diruangan ini hanyalah sebagi saksi, namun akupun ikut merasakan hawa-hawa yang tidak enak.

“I-iya pak,” itu suara Reyna yang terdengar ketakutan, nada bicaranya pelan tidak seperti tadi. Dari ketiga pertemanan kami ini, sebenarnya Reyna yang paling penakut. Apalagi saat ia berhadapan dengan guru bp.

“Mau jadi apa kalian ini! Sekolah saja memperebutkan cowok yang gak jelas. Mau belajar atau mau cari pacar kalian!” cerocosnya panjang lebar, wajahnya memerah terlihat seperti kepiting rebus karena mulai naik pitam.

Sudah sejak dari beberapa menit yang lalu pak Bobby terus saja berceloteh, menghardik Harsi dan Reyna. Bahkan sampai-sampai rasanya telingaku berdengung keras, mendapati teriakan-teriakan darinya. Aku ingin sekali pergi dari tempat tersebut, tapi bagaimana lagi. Aku terjebak di situasi yang tidak mengenakkan ini.

Lihat selengkapnya