Metamorfosa

Siska Amelia
Chapter #4

Bagian 4 I Toko Bunga

BELAJAR untuk mengendalikan keingintahuan terhadap suatu objek yang sedang menjadi target utama, adalah salah satu upaya yang sangat sulit untuk kita lakukan. Apalagi, setelah berusaha mengendalikan agar jangan terlalu mencampuri urusan yang tak ada kaitannya dengan kita. Bukannya langsung melupa namun malah membuat pikiran kita menjadi kemana-mana. Banyak beribu-ribu pertanyaan yang tiba-tiba saja malah muncul dibenak dan menjadikannya semakin menggebu-gebu. Apa yang tadinya menjadi biasa saja, kini menjadi hal luar biasa yan harus segera diketahui secepatnya, untuk kemudian bisa menghilangkan rasa penasaran yang tak terkontrol tersebut.

Hal itu terjadi kepadaku, ini tentang perempuan yang datang berkunjung kemarin. Entah mengapa, saat tanganku baru saja memegang pena untuk mengerjakan tugas sekolah. Percakapan antara ibuku dan perempuan yang tak sengaja kudengar itu, tiba-tiba saja terngiang-ngiang dikepalaku. Bahkan sudah berkali-kali aku berusaha untuk mengenyahkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dipikiranku itu. Namun usahaku itu sepertinya gagal total, aku malah semakin tertarik mengetahui kisah dibaliknya. Tapi bagaimana? Tidak mungkin kupertanyakan hal tersebut langsung kepada ibuku. Sangat tidak mungkin, dan Ayah? Apa seperlu itu aku harus benar-benar mencari tahu?

Permasalahannya, ku dengar beberapa kali perbincangan mereka mengarah kepadaku. Namun ibu sama sekali tidak pernah memperkenalkanku kepadanya, bahkan disaat aku mengetahui teman-teman yang dekat dengan ibuku, walaupun hanya sekedar nama tapi tidak untuk orang yang kali ini. Aku menghembuskan nafas dengan kasar, kepalaku menjadi pening saat aku malah memikirkan hal yang mungkin tak seharusnya aku pikirkan. Sudah jelas, dia hanya teman ibu dan kalau perbincangan yang mengarah tentangku, mungkin hanya sebagi selingan saja. Tak lebih dan tak kurang. Malam ini sudah cukup aku memikirkan hal yang mungkin tidak berguna ini. Sudahlah, jangan terlalu diambil pusing. Apalagi, tiba-tiba saja perutku malah keroncongan, dimalam-malam seperti ini? Pukul 10? Ah merepotkan, mungkin aku akan membuat mie instan.

Sesampainya aku di dapur, kudapati ayah yang sedang mengambil air minum. Ia nampak terkejut mendapati diriku malam-malam seperti ini belum tidur.

“Lho, Kaira belum tidur?”

Aku menggeleng, “Belum yah, tiba-tiba aja lapar. Kaira buat mie ya.” Aku harap kali ini ayah akan mengizinkanku untuk membuat mie instan, pasalnya aku dilarang keras jikalau sering memakan makanan instan seperti itu.

“Boleh, tapi jangan keseringan. Nggak baik buat kesehatan,” ujarnya

Aku tersenyum sembari mengangguk, kemudian mengambil satu bungkus mie instan kuah dilemari dapur. Merebusnya sebentar kemudian mencampurnya dengan bumbu-bumbu yang sudah tersedia.

“Perlu ayah temani?” celetuknya

“Nggak perlu yah,” tolakku namun kemudian aku teringat akan sesuatu.

“Ayah- aku boleh tanya sesuatu?” tanyaku

“Ya?”

Jujur, lidahku kelu. Banyak sekali pertanyaan yang bertengger di kepalaku, hanya saja aku masih ragu untuk bertanya.

“Perempuan yang kemarin- itu siapa yah?”

Ayah terdiam saat pernyataan itu terlontar dari bibirku, ia terlihat sedang berfikir mengingat perempuan yang kemarin berkunjung kerumah.

“Oh, itu. Teman jauh ibu kamu Kai,” jawabnya

Aku mengernyit, teman jauh? Ah, tentu saja. Aku kan baru mendapati dua atau tiga kali kunjungan dari perempuan yang tak kukenal itu.

“Memangnya ada apa sayang? tumben,” tanya ayah

“Enggak kok, Cuma heran aja. Aku biasanya kenal teman-temannya ibu itu. Tapi yang kemarin aku nggak tahu,” selorohku, melupakan mie yang akan mulai dingin jikalau tidak segera ku makan.

“Kamu betul nggak kenal nak?” Pertanyaan yang terlontar dari bibir ayah membuatku semakin bingung.

“Ma- maksut ayah, tentu saja kamu nggak kenal. Dia kan teman jauh ibu, mungkin- ibu lupa memperkenalkan kamu, apalagi saat teman ibu datang, Kaira kan terkadang lagi pergi,” ujarnya lagi cepat.

”Ah, ya. Ayah, benar.”

Lihat selengkapnya