Kotak berbungkus cokelat menimpuk muka. Aku mendelik pada pelakunya yang tak lain adalah kakak durhaka paling tengil sedunia. Sialan! Baru saja santai-santai rebahan di kamar, mahkluk Planet Namex itu mendadak masuk dan langsung melempar sembarangan. Dia hanya tersenyum jahil, memasang wajah polos, tak bersalah.
"Itu paket kamu, Biang Kerok."
Darahku terasa mendidih. Dia selalu memberikan panggilan dengan semena-mena, entah biang kerok atau biang keladi. Sejak dulu, aku diam saja. Namun, tidak kali ini, aku sudah lelah dengan aksinya memodifikasi namaku dengan seenak udel. Aku memutar otak.
Nama kakakku ... Lintang Kemukus ... hmm ... Ah, ketemu! Awas kamu, Kakak!
"Makasih ya, Kak Kus," sahutku sambil tersenyum manis, tetapi menyimpan duri. Wajah Kak Lintang eh mulai sekarang kupanggil Kak Kus langsung berubah. Mata elangnya mendelik.
Yes! Aku berhasil. Dia mulai ke-trigger.
"Biang Kerok!"
"Ya, Kak Kus?"
"Berhenti memanggilku kakus. Memangnya aku WC? Mau jadi adik durhaka kamu, hah?"
Aku tertawa lepas hingga mengeluarkan air mata, bahkan sampai berguling-guling di kasur. Wajah Kak Kus memerah, sepertinya dia sedang menahan amarah. Aku tersenyum licik, siap menawarkan kesepakatan.
"Oke, tapi Kakak juga berhenti memanggilku biang kerok atau biang keladi, panggil aku Lala seperti yang lain!" tegasku.
"Tidak mau! Biang kerok udah enak di lidah."
"Kalau begitu aku juga tetap memanggil Kak Kus."
Kak Kus melompat ke tempat tidur, mengunci leherku dengan kedua lengan. Aku menarik rambutnya. Kami bergumul dengan hebat.
Kepalaku terjepit di ketek. Sementara dia harus rela muka dan rambutnya kuacak-acak. Kami sama sekali tak ada yang mau mengalah.
Namun, pintu dibuka mendadak. Wajah Bunda menyembul. Aku tak sengaja membaca nama pengirim di paket. Dengan gesit, kumasukkan paket ke kolong tempat tidur.
"Kalian ngapain?" tanya Bunda dengan sorot mata menyelidik.
"Aku lagi bantu Lala buat latihan drama sekolah, Bun," sahut Kak Kus cepat. Alis Bunda bertaut. Sepasang mata anggora masih menatap penuh selidik.
What the? Latihan drama apaan? Kakak durhaka ini mau membunuhku, Bunda! Eh tunggu dulu ... Kak Kus mungkin benar. Kami berdua pasti akan dihukum bila ketahuan bertengkar.
"Iya, Bunda. Kak Lintang bantuin Lala," tambahku dengan raut wajah dibuat semeyakinkan mungkin. Di hadapan Bunda, kami memang saling memanggil nama dengan baik, tak ada modifikasi yang aneh-aneh.
"Drama apa? Kok sampai bergelut begitu?"