Kakak beradik berjalan beriringan. Keduanya sudah punya rencana spesial hari ini. Sang kakak berhenti mendadak di halaman rumah yang asri, membuat sang adik menabrak punggungnya.
"Ih, Kak Lintang kalo mau berhenti bilang dulu, dong!"
"Kamu tuh yang jalan kecepetan!"
"Kakak yang stop tiba-tiba!"
"Udah! Udah! Sekarang kita mulai operasi di sini."
Pekarangan rumah itu memang dipenuhi pohon yang tengah ranum buahnya. Si kakak mengamati sekitar, cukup sepi. Dia tersenyum menyeringai dan berbisik di telinga adiknya. Sang adik mengerutkan kening.
"Harus Lala yang naik, Kak?" tanya sang adik memastikan telinganya tak salah dengar.
"Kakak, kan, punya asma, nanti bisa kambuh kalo kecapekan," kilah sang kakak.
"Iya ya."
Adiknya mengangguk-angguk sok paham. Gadis kecil itu segera memanjat pohon mangga yang ranum buahnya. Sementara itu, kakaknya, bocah lelaki berkepala plontos mengarahkan dari bawah.
Beruntung, si gadis kecil memang memiliki tubuh yang lincah. Dia tak kesulitan memanjat pohon yang cukup tinggi itu. Tak lama hingga buah mangga berjatuhan dari atas pohonnya. Sang kakak dengan sigap memungut mangga-mangga di tanah dan memasukkannya dalam kantong plastik.
"Siapa di sana?" Sebuah suara mengejutkan keduanya. Seorang kakek ke luar dari rumah dan menghampiri mereka.
"La, Lala! Ayo turun! Yang punya pohon datang kita harus kabur!" desak sang kakak.
"Eh?"
Gadis kecil begitu kaget hingga kakinya salah memilih pijakan.Tubuh mungil meluncur dengan cepat ke bawah. Beruntung, semak-semak menyambutnya. Meskipun begitu, kakinya tetap cedera.
Sang kakak menggigit bibir. Kakek yang tadi memanggil berlari cemas menghampiri si gadis kecil yang telah menjerit-jerit kesakitan. Beliau pun membawanya ke rumah untuk diobati.
Gadis kecil melirik takut-takut pada kakek yang tengah mengoleskan obat luka pada lutut dan sikunya. Sang kakak berdiri sambil cengengesan di sudut yang lain. Mereka berdua memang telah tertangkap basah pemilik pohon mangga. Gadis kecil telah pasrah dengan hukuman yang akan diberikan.
"Nah sudah selesai diobati. Kalau mau minta, Lala bisa bilang ke Kakek. Nanti Kakek petikkan untuk kalian," ucap si kakek sembari tersenyum lembut.
"Tapi kalau diam-diam lebih seru, Kek," celetuk si kakak untuk kemudian mendadak terdiam.
Bocah lelaki menunduk dalam. Sosok yang ditakutinya telah muncul entah dari mana. Mata melotot yang tajam tanpa tanding membuat tubuh gemetaran. Jemari telah dalam posisi siaga. Bocah lelaki hanya bisa pasrah, meringis ketika telinganya memerah akibat jeweran sang bunda.
"Dasar anak ini! Adek kamu kok disuruh manjat-manjat pohon mangga."
"Ampun, Bun. Ampun!"
...
Derum mobil membangunkanku dari tidur. Adegan Kak Kus dijewer Bunda telah berganti dengan langit-langit kamar. Rupanya, aku bermimpi tentang kejadian di masa lalu saat diajak mencuri mangga kakek tetangga.