Target pertama, Tante Jasmine, selalu bangga dengan kekayaannya, juga putranya yang sangat tampan itu. Kak Rangga, sang artis idola muncul dalam hampir semua drama remaja, selalu dibangga-banggakannya di hadapan siapa saja. Beberapa waktu lalu, Kak Rangga disebutkan vakum dari dunia hiburan karena akan kuliah ke luar negeri.
Namun, Tante Jasmine terlalu meremehkan kemampuan intelejen seorang Kak Kus. Kakak lelakiku yang jenius itu tentu dapat menemukan informasi sebenarnya dalam hitungan menit.
"Nah ini dia putri si Senja. Lala kamu udah besar aja, ya." Aku mengangguk sopan, berpura-pura menjadi anak polos tanpa dosa. "Tapi kamu nggak mirip Bunda kamu, ya?"
Aku mengepalkan jemari diam-diam. Suara Tante Jasmine terdengar merendahkan. Maksudnya adalah aku tak secantik Bunda. Amarah menggelegak ditahan sekuat tenaga dan meleburkannya perlahan. Aku harus bertahan agar bisa menjalankan misi ini.
Beruntung, diriku memang pandai memasang poker face. Mungkin itulah alasan Kak Kus mempercayakan misi ini padaku. Aku pun duduk dengan manis di di hadapan mereka.
"Oh ya, Tante, Kak Rangga beneran sakit, ya?" celetukku mendadak. Tante Jasmine sedikit tersentak.
"Ah, oh, iya, La," jawabnya gelagapan.
"Sakitnya nggak parah, 'kan?" Aku memasang wajah khawatir. Tante Jasmine menggeleng ragu. Aku tersenyum manis. "Semoga cepat sembuh, ya, Tante."
"I-iya, iya," sahut Tante Jasmine ragu.
Dua wanita paruh baya yang lain tampak hendak berbicara mengalihkan pembicaraan. Aku takkan membiarkan hal itu terjadi. Amunisiku masih banyak. Pertempuran ini sudah lima puluh persen kumenangkan.
"Pasti Tante cemas banget. Lala ingat waktu asma Lala kambuh Bunda sampai nggak tidur semalaman." Duduk Tante Jasmine mulai gelisah. Wajahnya memucat.
"Tapi, sekarang Bunda nggak perlu cemas lagi. Soalnya, Lala sudah ikutan Klub Remaja Sehat, Tante. Di sana banyak kegiatan positif jadi sebagai remaja selain tubuh menjadi sehat, kami akan terhindar dari narkoba dan pergaulan bebas. Miris banget lihat anak remaja terjerat narkoba."
Tante Jasmine menelan ludah berkali-kali. Dia terus meneguk sirup dalam gelas. Aku tersenyum samar. Musuh yang sudah tergeletak bisa saja menyerang balik. Jadi, harus dihabisi sampai titik darah penghabisan.
"Kebanyakan katanya karena orang tua kurang perhatian. Biasanya, suka mengasih uang jajan dalam jumlah besar lagi. Untung, ayah dan bundaku selalu perhatian."
Tante Jasmine berkali-kali mengelap keringat di keningnya. Dia telah kalah tak lagi bisa berbicara. Rasa malu jelas sekali tergambar di wajahnya. Namun, tak bisa protes karena yang berbicara di hadapannya hanyalah seorang remaja polos yang takut salah pergaulan.
Menurut Kak Kus, Kak Rangga itu memang kurang perhatian dan selalu mendapatkan uang jajan yang berlebihan. Kak Rangga mencoba narkoba untuk menarik perhatian kedua orangtuanya. Miris sekali memang.
"Kamu sudah kelas berapa sekarang?" Suara lain terdengar, jelas sekali hendak membantu sang teman yang telah kalah dalam pertempuran. Dialah target berikutnya.
Target kedua, Tante Mariska. Pasti akan langsung terganggu dengan kasus anak perempuannya yang sedang viral. Melinda Syantika, gadis cantik, modis dengan otak encer. Namun, suka semena-mena pada teman-teman yang dianggapnya cupu hanya karena ayahnya salah satu penyandang dana sekolah.
Melinda tak pernah menyangka perundungan yang dilakukannya direkam beberapa orang dan menjadi viral. Tentu saja, video yang merusak nama baik keluarga itu telah disingirkan sang ayah dari dunia maya. Bahkan, putrinya juga luput dari jerat hukum. Namun, sekali lagi kemampuan intelejen Kak Kus tidak bisa diremehkan. Dia berhasil menemukan informasi tersebut dalam waktu singkat.
"Kelas dua, Tante."
"Di kelas ranking berapa?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Sebenarnya, dia sudah tahu aku memang memiliki wajah mirip Ayah. Namun tak mewarisi gen kecerdasan dari beliau. Oke, Kak Kus yang mewarisi gen unggulan di keluarga kami, wajah tampan karena Bunda cantik dan otak jenius dari Ayah.
"Sekarang, kan, nggak pakai sistem ranking, Tan. Tapi, ya kalau prestasi akademik, sih, Lala rata-rata aja," sahutku polos. Tentu saja pura-pura. Aku berusaha keras menjaga ekspresi wajah tersinggungku agar tak menguar ke permukaan.