Aku telah menjadi mahasiswa, bisa dibilang aku sudah dewasa. Aku bukan lagi sebuah telur yang hidup nyaman, tidak melakukan apa-apa yang selalu dilindungi induknya. Jika dalam sebuah proses metamorfosis kupu-kupu sekarang aku adalah ulat. Yang bisa bergerak ke mana pun ulat itu mau, demi mendapat daun yang segar dan enak.
Aku sudah memikirkannya cukup matang, kegagalanku masuk psikologi membuatku menyerah menjadi psikolog. Aku akan mencari hal baru untuk bisa melupakannya dan menemukan yang memang cocok denganku. Jadi aku akan masuk klub teater, setelah dipikir-pikir aku sangat suka pertunjukan drama dan menulis adalah hobiku. Maka dengan masuk teater aku bisa mengekspresikan bakat menulisku dan mengembangkannya.
Aku dengar dari obrolan para mahasiswa klub teater sedang membuka pendaftaran anggota baru. Daripada aku hanya belajar dan tidak punya pengalaman apapun lebih baik aku bergabung dengan teater kampus. Teater kampus ini cukup aktif dan terkenal, mereka bahkan berkeliling pulau Jawa untuk pertunjukan panggung di setiap kota besar.
Sebuah pesan masuk dari Kak Allan
Jia! Ke Kedai Kopi sebelah pohon rindang itu yuk?
Aku dan Kak Allan sekarang sangat akrab, kami sering bertemu dan kadang saling membantu. Kami berteman dekat dengan perasaanku yang tidak pernah berubah kepadanya. Aku tidak mau mengungkapkannya, aku nyaman dengan hubungan pertemanan ini, bisa dekat dengannya tanpa ada status spesial. Kak Allan malah pernah memintaku untuk memanggil namanya tanpa ada kata ‘Kak’ didepanya. Aku menolak aku merasa walau kita seusia, faktanya dia lebih dewasa dan seniorku juga.
“Jia...” Kak Allan melambaikan tangan menungguku di meja bundar itu.
Aku masih tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Kak Allan, bahkan Kak Allan sangat terbuka denganku dia sering menceritakan banyak hal yang dialaminya. Kita tidak sependiam dahulu.
“Kak, aku mau cerita. Aku mau ikut klub teater.”
“Wah, kabar bagus tuh. Kakak dukung Ji”
“Iya kak, aku pengen jadi penulis naskah. Tapi, aku jarang baca buku tau kak, pengetahuan aku terlalu sempit. Sedangkan penulis kan harus punya wawasan luas biar tulisannya lebih berbobot,” Kak Allan tersenyum mendengar ini. Membuatku heran
“Jia, kakak kasih tahu yah, gak semua pengetahuan itu berasal dari buku. Menurut aku, wawasan kamu luas, kamu orang yang pintar membaca lingkungan. Bahkan kakak kira waktu itu, kamu habis baca buku tentang bisnis, cerita tentang keuntungan dalam berbisnis. Ternyata kamu tahu karena orang tua kamu punya toko, dari hal yang terlihat sederhana kamu bisa belajar banyak dari itu. Dan itu juga bagian dari pengetahuan atau wawasan.”
Kata-kata Kak Allan membuatku tersentuh, dia menyadari apa yang tidak pernah aku sadari. Jujur saja aku baru sadar kalau aku ini pintar membaca lingkungan, walaupun memang sedikit malas jika harus membaca buku.
< >