Setelah ayahku tiada, hari-hariku diwarnai dengan 'sleep paralyze' aku tertidur lalu terbangun dengan keadaan mata terbuka, namun tak bisa bergerak maupun bericara. Tak tahu apa yang terjadi padaku, sempat pergi ke salah satu psikolog ia mengatakan bahwa aku mengalami stress. Diriku mungkin terlihat baik-baik saja, namun ternyata jiwaku sakit.
Hidupku yang terlalu sering mengutamakan kepentingan orang lain bahkan membuatku lupa untuk menghargai diriku sendiri. Aku terlalu fokus membahagiakan orang-orang sekitarku sedang diriku ternyata menderita.
Tidak ada yang lebih menghargai dan mengerti diri sendiri selain dirinya, tak ada yang lebih mencintai diri selain dirinya. Tapi mungkin itu tak berlaku bagi ayahku, ia lebih mencintai anak-anaknya daripada dirinya.