Pandanganku lurus ke depan ke arah warung makan Mi Bancir yang baru dibuka hari ini. Semakin lama pengunjungnya semakin ramai. Bahkan pada memakai mobil. Beberapa ada wartawan televisi dan media lokal juga.
Mi Bancir adalah masakan Kalimantan Selatan. Bahannya terbuat dari terbuat dari mi kuning atau mi merah. Penyajiannya sendiri dengan ayam suir, telur itik, bawang goreng dan dau seledri.Bumbu sup khas Banjar, kecap manis, saus tomat, kol, bumbu penyedap, dan air kaldu ayam menyatu terus pecah dilidah. Makna 'Bancir' artinga Bencong. Jadi mi ini bingung antara digoreng atau kuah.
Mi Bancir di seberang itu milik Chef Agusta. Chef yang naik daun karena ajang ICI -Idola Chef Indonesia- tahun 2011. Di Banjarbaru ini cabang keduanya setelah buka outlet di Banjarmasin dan Pelaihari. Yang aku bingung, dari sekian banyak tempat kenapa dia mesti bangun rumah makan di seberang kafeku?
Kafe punyaku ini menjual berbagai masakan khas Banjar. Ada Soto Banjar, Ketupat Kandangan, Gangan Asam, Ketupat Betumis, dan Mi Bancir juga ada. Mari kita lihat Mi Bancir mana yang lebih enak di lidah pembeli?
"Waw. Makin lama makin banyak yang datang di warung Mi Bancir seberang itu. Mana bemobil wan bedasi berataan. Pian kada andak ke situ kah? Kan, dapat undangan," cerocos Athiyah, sahabatku sejak SMP.
Ketika membangun kafe ini, aku sengaja mengikutsertakan Athiyah. Posisinya sebagai manager jafe. Zaman sekarang susah mencari orang dipercaya.
"Beh, koler unda ke situ. Kada sudi unda menginjakkan kaki di rumah lawan."
"Ayuja, ulun ni masih paham pang bahwa pian tu masih jengkel wan Chef Agus."
Nah, akan kuceritakan kenapa aku masih jengkel dengan Chef Agusta. Sebenarnya aku juga jebolan Idola Chef Indonesia 2011. Aku menduduki tiga besar. Tereliminasi karena waktu tantangan menu Indonesia lebih unggul Chef Agusta 1 poin penilaian juri. Aku sangat yakin kemenangannya itu hanya faktor keberuntungan. Menang karena keberuntungan, ya apa yang bisa yang bisa dibanggakan?
Satu lagi yang membikin aku jengkel setengah mati dengan Chef Agus adalah setiap ada acara entah jadi juri lomba masak atau talkshow bersama Chef Agus, selalu wartawan selalu fokus wawancara Chef Agus. Seolah hanya Chef Agus membanggakan Banua Kalsel, sedangkan aku hanya patung di acara itu. Menyebalkan sekali bukan?
***
09.00 WITA
Mumpung Athiyah lum datang, kesempatanku mampir ke warung makan Mi Bancir Chef Agusta. Aku penasaran seenak apa sih mi banci bikinan dia? Gengsi dong kalau ketahuan Athiyah aku ke sini.
Ketika memasuki warung makannya, aku melihat-lihat sekeliling. Desain interiornya biasa saja. Hanya ada beberapa meja dan kursi panjang. Dindingnya pun polos dengan cat warna cream. Serta ditempelin figura foto-foto dia ketika menerima hadiah kontes ICI. Bagusan juga desain kafeku. Wallpapernya bermotif hutan. Sehingga pelanggan berasa piknik di alam bebas.
Sekarang aku duduk di kursi paling depan. Bagian sudut mejanya ada buku menu. Aku baca-baca menunya. Hmmm ... ternyata nggak hanya jual mi bancir, tapi ada masakan khas Banjar yang sama persis di kafe. Menu boleh sama. Namun, rasa nggak pernah bohong. Aku masih percaya diri bahwa rasa di menu kafeku lebih enak dibanding punya Chef Agusta.
Aku melambaikan tangan pertanda memesan makanan. Nggak lama kemudian karyawannya datang membawa buku catatan.
"Kakak, mau pesan apa?"
"Makannya mi bancir dan Soto Banjar. Minumnya es jeruk."
Masih pagi emang, kata orang nggak baik pagi-pagi minum es jeruk. Sayangnya itu minuman favoritku. Alhamdulillah, aku sehat-sehat saja minum es jeruk pagi-pagi.
"Tunggu sebentar ya, Kak."
Sambil menunggu pesanan, tiba-tiba Athiyah datang bersama cowok. Cowok itu kemudian melangkah helm ke tempat helm karyawan.
"Pantes aja kafe seberang masih tutup. Ternyata pemiliknya lagi makan di sini toh," sindir Athiyah.
Sial, pakai ketahuan pula. Bentar, itu Athiyah kenapa bisa datang bersama karyawan mi bancir ini? Apa jangan-jangan mereka pacaran? Hmmm ... bau-bau mencurigakan. Aku harus interogasi dia setelah dari sini.