Aku merasa dunia terlalu besar untuk bangsa kucing yang hanya memiliki tinggi 20 senti. Dari sini aku bisa melihat gedung-gedung bertingkat tinggi dan manusia yang selalu sibuk. Semuanya berjalan cepat dengan kaki runcingnya yang bersuara, sebagian lagi kulihat menaiki ikan berkaki bulat yang berlari kencang, meninggalkan asap hitam dari ekornya. Dibanding gedung-gedung itu, rumahku terbilang kecil, tidak bertingkat, tapi rumahku adalah salah satu tempat tersibuk di dunia.
Hal ini karena Pria Tua tampaknya sangat senang memasak ikan sehingga kerap mengundang manusia-manusia datang ke rumah. Tangan beruratnya menyisik ikan dan mengeluarkan kotoran dari dalam. Dengan cekatan, diraciknya bumbu berwarna kuning dan dioleskan ke ikan yang telah dipotong itu. Setelah didiamkan selama satu jam, Pria Tua meletakan di atas bara yang menyala panas.
Kruk kruk..
Oh, sejak kapan perutku bisa mengeluarkan bunyi?
“Miaw!” Aku memanggilnya sembari menggarukkan kuku ke kaca yang tertutup. Aku berteriak lebih kencang lagi dan akhirnya Pria Tua keluar dari rumah dan menyodorkan sepiring tulang ikan.
“Maaf kamu tidak bisa masuk, pelangganku mungkin tidak menyukai kucing. Apalagi kucing oranye pasti suka bertingkah kan?” katanya sembari tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya. “Namaku Thomi, pemilik restoran ini. Kamu boleh tinggal di sini karena aku juga sepertimu, hidup sebatang kara. Tapi berjanjilah tidak rusuh, oke?"
Sebagai kucing, aku tidak begitu mengerti apa yang diucapkannya tapi aku menganggap itu adalah perkenalan singkat kami. Setelahnya, Pria Tua rutin memberiku sepiring tulang ikan begitu malam tiba. Menjadi manusia sepertinya sulit, Pria Tua kerap berbicara banyak sekali dan di pertengahan, bibirnya bergetar dan aku melihat air matanya menetes. Pria Tua segera menghapusnya tapi air mata itu menetes lagi. Pria Tua hanya mempercayai aku, sehingga aku berusaha keras untuk memahami, tapi akhirnya aku tetap tidak tahu apa yang dikatakannya karena aku adalah kucing.
Kami bangsa kucing hanya dikaruniai satu kata untuk berbicara yaitu “Miaw”. Yang tidak manusia tahu, meskipun hanya miaw ini mengandung banyak sekali arti. Miaw yang lembut artinya kami sedang mencari perhatian, miaw yang menggeram itu artinya kami sedang ketakutan dan miaw meraung berarti kami sedang menangis. Sedangkan bahasa manusia itu terlalu rumit, rumahku setiap hari cukup ramai didatangi banyak manusia. Bahasa mereka berbeda-beda dari 'Sinten?', 'Kunaon?'sampai manusia berkulit putih menyapaku dengan 'I love you, fat cat!'