Matahari menyongsong terang, membasahi pipi Naomi dari balik tirai halus. Dia kesulitan tidur, adrenalin memaksanya terjaga sepanjang malam. Menyiapkan daftar pertanyaan yang dia siapkan sebelum tiba disini. Semakin dipikirkannya semakin tak dapat tidur. Tertidur ketika telponan dengan Sebastian, jingkrak kesana kemari hingga kecapekan dan terlelap pukul tiga pagi.
Pukul tujuh pagi. Dia cuma tidur empat jam, tapi rasa kantuk tak muncul sama sekali. Gelora semangat itu membakar habis rasa lelah yang dimilikinya. Ini menjadi pagi yang eksklusif untuknya. Ada puluhan daftar pertanyaan yang ingin ditanyakan Naomi segera, kepalanya penuh dengan terkaan cerita. Yang seperti apa yang akan diceritakan Mrs. Michele kepadanya, sesuatu yang besar? Dia tak sabar. Bahkan Mrs. Michele bilang, berita tentang transgender dirinya adalah salah satu rahasia kecil dari sekian banyak yang disimpannya.
“Baiklah aku siap.” Ucapnya hampir berteriak tanpa sadar.
Methaa mengantarnya menuju sebuah cottage terpisah dari mansion utama. Pondok yang tak jauh dari sana, dekat pantai pasir putih. Angin menyapu rambut panjang Naomi. Terurai begitu cantik. Mrs. Michele sudah menunggu disana dengan pakaian tebalnya, bersama dua pria tua. Naomi mengenali yang pertama, Mr. Yaman, suami Mrs. Michele, tapi tak mengenali yang kedua, pria enam puluh tahunan yang tampan, rambutnya masih lebat. Dia hanya tersenyum kepada Naomi.
“Bagaimana kabarmu nona Naomi?” Tanya Mrs. Michele, “oh dipagi begini, mataku bisa melihat dengan jelas. Kau begitu cantik. Oh tuhan cantik sekali.”
“Terima kasih, Mrs. Michele.” Jawab Naomi Bahagia, tapi Mrs. Michele mengangkat tangannya tak setuju, “jangan panggil aku Mrs. Michele, panggil aku Michele.”
“Ah, tapi aku tak nyaman memanggilmu begitu. Kupikir aku sekarang begitu menghormatimu Mrs.”
“Kumohon,” Mrs. Michele memelas, “bagaimana jika panggil aku IBU(mam)?” Ucap Mrs. Michele, “aku menyukai panggilan itu, kau sudah berkenalan dengan anak-anakku kan, nona? Aku menyukai anak-anak, dan kau sudah seperti kuanggap anakku. Bagaimana kau setuju memanggilku ibu(mam)?”
Naomi diam sebentar lalu menyetujui, “baiklah, sepertinya aku tak masalah. Kau begitu baik kepadaku.”
Michele bercanda gurau, Naomi tak mendapatinya mengenalkan siapa pria tua kedua yang bersama mereka saat ini. Alvero dan beberapa pelayan menuangkan teh hijau dan menaruh beberapa biskuit buatan tangan diatas meja. Aroma teh menghangatkan suasana pagi. Naomi menyukai suasana yang begini, keluarga besar Michele adalah sesuatu yang tak pernah dimiliki Naomi. Dia hanya memiliki satu ibu yang membesarkannya sendirian tanpa ayah. Yang dia tahu, ayahnya meninggal ketika Naomi masih sangat kecil, cerita ibunya. Keluarga besar Michele menjadikan Naomi merasakan kehangatan tersendiri.
“Sebelum aku berbagi pengalamanku, ceritakan aku tentang dirimu terlebih dahulu, nona.” Michele berbicara sangat pelan, suaranya begitu lembut hingga jika saja angin bertiup lebih kencang, nyaris tak kedengaran, “apakah ada pria beruntung yang kau miliki?”
Naomi mendapati pemandangan aneh ketika Michele memegang tangan pria tua satunya. Tanpa suaminya Yaman terganggu sama sekali. Tapi dia tak mau berasumsi lebih jauh. Barangkali adiknya. “Aku punya pacar, dia sedang di New York. Mengenai hal itu, dalam dua minggu kedepan dia berjanji akan menyusul kesini, apakah itu tak jadi masalah?”
“Tentu saja tidak, aku tak sabar ingin melihat pacarmu. Pasti sangat tampan, bukan?” Michele menggoda Naomi, dia tertawa kecil, “cinta masa muda, ahh. Menyenangkan sekali bukan.”
Kali ini Naomi tak bisa menyembunyikan keheranannya ketika kedua pria tua itu menggenggam kedua tangan Michele berbarengan. Lalu Yaman mencium pipi kanan Michele, setelah itu pria satunya mencium pipi kirinya. Michele tau jelas Naomi sedang kebingungan dengan yang terjadi.
“Perkenalkan, dia Sakti, suami pertamaku.”
Naomi mendengar kata itu dengan jelas, lalu tambah kebingungan. “Seperti mantan suami?”
Michele tersenyum, “tidak, dia suamiku. Sampai sekarang.”
Naomi menyipitkan mata, mencoba mencerna apa yang dikatakan Michele. Lalu melirik kearah pria timur tengah yang berbadan besar kekar, Mr. Yaman.
“Yaman juga suamiku.” Michele menjelaskan tanpa perlu ditanya. Naomi tambah bingung.
“Seperti mereka berdua adalah suamimu? Suami dan menikah resmi, begitu?
“Benar sekali.” Jawab Michele
“Suami anda dua?” Naomi mulai membelalakan mulutnya dengan lebar, tak percaya. Terlebih, otaknya tak mampu memahami hal itu. Michele mengangguk pelan.
“Sudah kubilang, rahasiaku begitu banyak.” Ucap Michele masih halus, “kuharap kau tak keberatan dengan hal itu.”
“Tidak. Tidak, tentu saja tidak. Aku tak keberatan sama sekali.” Naomi menanggapi cepat.
“Boleh aku rekam?”
“Tentu saja.”
Naomi menghidupkan smartphone nya, mencari recorder dan mulai merekam.