Bosporus, Turki-2010
Bosporus adalah sebuah selat yang memisahkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia, menghubungkan Laut Marmara dengan Laut Hitam. Selat ini memiliki panjang 30 km, dengan lebar maksimum 3.700 meter pada bagian utara, dan minimum 750 meter antara Anadoluhisarı dan Rumelihisar. Dan sekarang Anas berada di selat Bosporus dengan menaiki kapal yang memang membawa turis untuk berkeliling, dan dari kapal ini Anas bisa melihat keindahan kota serta bangunan-bangunan bersejarah di Istanbul. Sejujurnya Anas takut dengan laut karena dia tidak bisa berenang, namun ia merasa perlu untuk mengalahkan rasa takutnya. Semenjak perjumpaan dengan Neo, kenangan-kenangan yang selama ini telah ia buang jauh di sudut gelap hatinya pelan-pelan mulai mengambang dan naik kepermukaan. Setelah di bawa berkeliling selat Bosporus akhirnya Anas beserta turis yang lain di bawa menepi agar dapat menikmati matahari yang sebentar lagi terbenam.
“Matahari akan terbit di pagi hari dan kemudian terbenam di sore hari, ada yang bilang bahwa manusia harus seperti matahari, tahu kapan harus berkerja dan kapan harus istirahat. Naif sekali, dasar manusia yang selalu ingin membuat pembenaran di setiap perkataannya. Nyatanya Matahari itu tidak akan pernah beristirahat, dalam malam sekalipun dia bekerja membantu bulan agar bercahaya…” Anas masuk dalam pergulatan hatinya. Dia sadar bahwa perjalanannya ini tidak membawa ketenangan yang ia harapkan, tapi seolah justru memberikannya beban untuk terus berpikir. Anas tidak suka keadaan seperti ini, dia mulai berpikir mungkin akan lebih baik jika dia mencari pekerjaan agar dapat mengisi pikirannya dengan hal-hal yang lebih berguna baginya.
“Woww…so beautiful..” ucap salah satu turis yang terkagum melihat pemadangan matahari terbenam, dan Anaspun setuju dengan pernyataan Turis tersebut. Cahaya jingga matahari yang seolah tertelan oleh lautan secara perlahan, angin laut yang menyapu wajah serta suara gelombang yang tak mau kalah mencari perhatian, membuat detak jantung seorang Anas berpacu seirama dengan alam di sekitarnya, ia menutup matanya secara perlahan agar dapat lebih menikmati saat ini. Sebelum matanya benar-benar tertutup ada sosok dengan senyum hangat berdiri di hadapan Anas, sehingga menunda keinginannya untuk menutup mata. Karena dalam hati Anas merasa bahwa senyum yang di lihatnya sekarang ini tak kalah indah dari matahari yang terbenam.
Namun, saat Anas mulai tenggelam dalam aroma biru yang menghanyutkan.
“Trrrrttt..trrrttt…trttttt…” handphone Anas bergetar karena ada panggilan yang masuk. Rasa ingin mengabaikan akan tetapi tangan Anas tanpa sadar merogoh masuk ke dalam saku untuk mengabil sumber getaran tersebut. Pada layar handphone muncul nomor yang tak ia kenali ada keraguan dalam sejenak untuk menerima panggilan telpon tersebut, tapi rasa penasaran lebih mendominasi. Walaupun di dalam hatinya merasa bahwa yang menelponnya adalah Neo, akan tetapi seorang Anas tidak mau berspekulasi terlalu dini.
“Halo.” Sapa suara dengan nada berat dari ujung telpon.
Anas sedikit terkejut karena suara orang tersebut tidak sama dengan, sosok yang diperkirakan oleh Anas. “Halo” jawab Anas singkat.
“Apa, benar ini dengan saudari Anasti?” tanya orang tersebut.
“Ia. Benar, nama saya Anasti. Ini kalau boleh saya tahu ini dengan siapa” jawab Anas.