Anas berjalan menuju pintu bertuliskan VIP room dan sudah di jaga dua orang lelaki yang menggunakan setelan jas lengkap seperti bodyguard, sebelum menjelaskan tentang siapa dan apa tujuannya untuk masuk ke dalam ruangan itu, dua orang tersebut membuka pintu dan mempersilahkan Anas masuk. Ruangan yang tidak terlalu besar, dengan meja berbentuk bundar dan empat kursi, dinding berwarna rose gold dan satu sisi dinding dengan kaca besar. Anas memilih duduk membelakangi dinding dengan kaca itu. Tidak lama setelah ia duduk, pintu yang sebelumnya telah ia lalui untuk masuk ruangan ini terbuka. Ada sesosok pria yang masuk ke dalam dengan memakai baju batik, Anas menyipitkan matanya karena ia merasa sosok yang masuk ini adalah orang yang pernah ia kenal. Sekarang sosok tersebut telah duduk di depannya memberikan senyum simpul. Mencoba mengingat beberapa saat, sang pria membuka pembicaraan.
" Hai, maaf sekali karena mengganggu liburan anda Nona Anas " ujar pria tersebut dengan suara berat dan lembut. Pria ini seperti berumur tiga puluh, tidak seperti bayangan Anas yang mengira akan bertemu sosok pria paruh baya.
" Tidak kok, pak. Hanya saja saya penasaran " Anas tanpa basa basi langsung menanyakan maksud dan tujuan orang ini ingin bertemu.
" Ehmmm, sebelumnya perkanalkan nama saya Liam Ananias Ki. Saya adalah salah satu staff Kedubes RI yang bertugas di sini. Saya hanya ingin bertemu saja" jawabnya ringan dengan senyum sumringah.
"Maksudnya, pak? " tanya Anas dengan wajah bingung setelah mendengar penjelasan singkat sosok yang bernama Liam.
" Hahahahha " tiba-tiba lelaki itu tertawa dan atmosphere di ruangan itu tiba-tiba terasa berat di rasakan Anas.
"Maaf, Nas. Aku sebenarnya ingin sekali menggodamu lebih lagi, tapi ekspresimu itu membuat aku gak tega. Dan aku kecewa, kamu melupakan aku " sembari memberikan gesture anak kecil yang sedang merajuk.
"Maaf, tapi saya benar-benar bingung. Sebenarnya anda siapa dan apa hubungan dengan saya ?" Anas berusaha menemukan jawaban yang pasti dari Liam.
"Okay, aku punya cerita jadi dengarkan dengan baik yah. Suatu ketika ada sebuah keluarga kaya yang mempunyai kehidupan bahagia, kepala keluarganya sangat baik hati. Ia suka menolong orang lain, walau kadang di manfaatkan. Sungguh naif yahh, tapi setidaknya dia kaya" ekspresi pria tersebut berubah sendu.
"Bukankah manusia memang sebagian besar naif? " tiba-tiba tanpa sadar Anas memberikan pendapatnya.
Liam melihat Anas lalu kembali tersenyum dan melanjutkan cerita "Lalu suatu hari ia di perdaya oleh wanita jalang yang pura-pura butuh pertolongan dan akhirnya dia terpikat, selingkuh, hartanya di rampas, istri pertama bunuh diri, anaknya ingin balas dendam, dan tamat”.
Mendengar cerita tersebut Anas bertambah bingung harus memberikan respon seperti apa kepada Liam, saat berusaha mengupayakan perubahan suasana yang sangat canggung. Lelaki itu kembali tertawa sampai mengeluarkan air mata, sungguh ini adalah situasi buta bertindak.
“Hahahahahahahahahhaah. Hei, jangan bilang kamu mengira itu cerita hidupku yahh” Liam tertawa sambil menatap Anas yang sekarang memasang wajah bingung.
“Anas, ini aku Ciko. Kita sempat tinggal di Panti Asuhan yang samakan?” ucap Liam sembari meneliti tiap gesture Anas, yang seperti orang kehilangan arah.
“Sorry, Nas. This is me, did you remember ?” Tanya Ciko yang sekarang mernyadari lelucon yang ia lakukan sama sekali tidak lucu.
“Ciko?” ujar Anas lirih sambil menilik setiap puzzle memori untuk menemukan nama Ciko.
“Aku lebih dulu di adobsi dari kamu, Nas”