“Gitu amat ngeliat cowok itu, Kak? Love at first sight, ya?” goda Chika dengan kerlingan nakal.
Kirana memberi kode dengan mengangkat dagu. Mengisyaratkan kata ‘apa?’. Anak itu malah kembali cekikikan. Sang bidan muda tersenyum malu. Si gadis minang rupanya pandai membaca pikiran.
“Ternyata ada juga model begini di tengah dusun yang jauh dari keramaian kota,” bisik hati Kirana bungah. Papan nama di dada kiri pria itu terpampang nyata. Angga Kusuma.
“Hai, Yuk Wara, apa kabar hari ini?” sapa lelaki keren itu dengan logat kemayu.
"Melehoy, Cyn!" pekik Chika tertahan. Duo Hatori saling berpandangan, kemudian menutup mulut dengan tangan kuat-kuat. Takut si cowok mendengar tawa mereka yang tulus dari hati yang paling dalam. Kekaguman Kirana pada sosok itu langsung menguap dibawa angin.
Tanpa menghiraukan mereka, pria itu lewat begitu saja. Kemudian membuka salah satu ruangan yang masih terkunci.
"Sombong sekali. Apa nggak liat ada dua makhluk kece duduk di sini? Apa nggak suka cewek? Ups!" celetuk Chika lagi. Dengan suara pelan, bahkan nyaris berbisik. Kirana tertawa geli karenanya.
“Yuk Wara! Kenapa belum disapu ruanganku?” pekiknya lagi dengan suara gemulai.
“Iya, sebentar!” jawab perempuan berbaju biru itu kemudian.
Suaranya menggema di dalam ruangan yang nyaris kosong ini. Dua pegawai lain datang. Kirana berinisiatif memperkenalkan diri dulu sebelum ditanya.
“Saya, dan dua teman saya pegawai baru. Kami mau bertemu dulu dengan Kepala Puskesmas,” ucapnya pada salah seorang wanita berbadan subur.
“Ooh, CPNS ya?”
Duo hatori mengangguk bersamaan.
“Kapus sedang de el. Nanti sama Novi saja laporannya, dia orang TU,” jelasnya ketus.
“Ooh gitu, makasih, Yuk.”
Perempuan berbadan subur yang akhirnya diketahui bernama Reli itu duduk bercengkrama dengan rekannya sambil menyiangi sayuran. Hampir pukul 10.00, ketika Mita akhirnya sampai.
“Sorry ya, aku telat. Dah ketemu kapus belum?”
“Belum, Kapus dinas luar katanya. Suruh nunggu yang namanya Novi, tapi belum ada juga orangnya,” jawab Chika lesu. Mereka bertiga kembali duduk di kursi tunggu pasien.
"Sepi banget puskesmas ini, nggak ada satu pun pasien berobat. Pegawai yang datang juga tak cukup dihitung dengan sebelah tangan," ujar Mita sembari memandang sekeliling. Kedua sahabta barunya mencebikkan bibir seraya mengangkat bahu.
Pukul 11.00 siang. Seorang perempuan berbaju kuning khaki, menyandang ransel di punggung masuk bersama anak perempuan berumur sekitar empat tahunan.
“Eh, Nov. Mereka bertiga ini CPNS baru,” ucap Reli memperkenalkan mereka bertiga.
“Kirana,” ucap bidan muda itu seraya mengulurkan tangan kanan. Chika dan Mita melakukan hal serupa. Perempuan bernama Novi itu mengajak mereka ke kantor tata usaha.
“Kebetulan Ibu Kapus sedang tidak ada di tempat, besok beliau kembali. Sedangkan kepala tata usaha sudah lebih dua bulan tak menampakkan batang hidungnya. Saya di sini hanya staf, jadi tidak terlalu mengerti bagaimana selanjutnya. Begini saja, untuk berkas kalian nanti tolong dimasukkan ke dalam map besar, dan diberi nama kemudian jadikan satu di lemari itu,” tangan perempuan itu menunjuk sebuah lemari yang hampir roboh, berisi data kepegawaian di sudut ruangan.