“Selamat siang rekan-rekan. Saya mendapat kabar buruk dari Dinas Kesehatan. Sangat disayangkan, prestasi kerja kita selama ini merosot. Kunjungan rendah, laporan bolong-bolong, kedisiplinan nol besar.”
Pak Derry membuka rapat mendadak. Hari Selasa, pegawai lebih banyak yang datang dibanding hari lainnya. Lelaki perlente itu tak menyia-nyiakan kesempatan.
“Maka dari itu ada wacana ....”
Ia menggantung kalimatnya, kemudian mengembuskan napas berat. Mungkin masalahnya begitu penting. Jantung Kirana dag-dig-dug menanti. Matanya melirik Mita dan Chika, wajah keduanya tak kalah serius.
“Puskesmas ini akan ditutup!” lanjutnya tegas. Spontan suara pegawai yang hadir bak lebah lepas dari sarang. Bising.
“Maka dari itu, Dinas Kesehatan berencana mengundang tim dari pusat untuk menilai kinerja kita. Apakah masih pantas atau tidak untuk terus memberikan pelayanan. Mengingat kerja kita yang minim prestasi. Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah kalian rela puskesmas ini ditutup?” tanyanya kemudian. Sorot matanya tajam. Rahangnya mengeras, wajah yang biasanya terlihat teduh kali ini berubah garang.
“Jangan, Pak! Kalau saya harus pindah ke rumah sakit gimana anak-anak saya, bisa terbengkalai!” celetuk Reli.
“Iya, Pak. Betul!” sahut yang lain.
“Baik. Sekali lagi saya tanyakan. Apakah kalian rela puskesmas ini ditutup?”
“Tidak Pak!” Jawaban kompak terdengar dari staf yang hadir. Meskipun tidak ada separuh dari total pegawai yang terdaftar di presensi.
“Bagus. Kalau begitu kita harus berusaha lebih keras agar jangan sampai terjadi hal yang tidak kita inginkan! Apakah kalian siap untuk berbenah?!”
“Siap,Pak!” Koor kembali terdengar.
Pak Derry membentangkan lembar putih di atas meja. Sebuah spanduk yang bertuliskan, Saya, Pegawai Puskesmas Tangsi. Mendukung penuh kebijakan Kepala Puskesmas untuk mencapai kinerja yang maksimal.
“Rekan-rekan, tolong bubuhkan tanda tangan kalian di atas spanduk ini didahului dengan membaca ikrar yang tertulis di sana. Sebagai bukti komitmen kita untuk berubah ke arah yang lebih baik,” ucapnya kemudian.
Satu persatu pegawai menuruti permintaan atasannya. Suasana menjadi terasa sakral. Tak terasa bulir bening menetes di pipi Kirana saat membacanya. Terharu.
“Saya minta nomor handphone pegawai yang tidak datang hari ini. Mulai besok, saya tidak akan menoleransi kealpaan mereka. Tiga kali tidak masuk kerja tanpa alasan, saya akan langsung kirim surat peringatan. Selama satu bulan saya memimpin puskesmas ini, terus terang saya sangat kecewa. Maka dari itu, untuk mendisiplinkan jam kerja mulai tanggal satu bulan depan, absen kita ubah menggunakan absen finger print!”