Hari terakhir penilaian. Suasana terasa lebih rileks. Pukul 10.00 staf Puskesmas Tangsi berkumpul di ruang pertemuan. Duduk di hadapan mereka Pak Derry, Pak Robert dan Pak Agus—Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan.
“Assalamualaikum warohmatullah hiwabarokatuh.” Pak Derry membuka pertemuan pagi ini.
“Alhamdulillah akhirnya kita sampai pada hari ini. Setelah kurang lebih enam bulan kita mempersiapkan segalanya agar pantas untuk ditampilkan. Terima kasih saya ucapkan yang pertama kepada pihak Dinas Kesehatan, yang selalu mendukung dan memfasilitasi Puskesmas Tangsi untuk berubah menjadi lebih baik lagi.Terima kasih juga kami sampaikan untuk Pak Robert yang telah sudi meluangkan waktu untuk datang ke tempat kami yang jauh ini. Tak lupa ucapan terima kasih dan apresiasi saya kepada seluruh staf tercinta. Saya bangga kepada kalian. Maka dari itu marilah kita berdiri sejenak, untuk menyanyikan lagu Padamu Negeri. Sebagai bentuk nyata, bahwa apa yang kita kerjakan selama ini semata-mata karena bakti kita kepada negara. Kirana, tolong maju ke depan. Pimpin rekan-rekan menyanyikannya.”
Gadis itu patuh. Setelah berdiri menghadap rekan sejawat, kedua tangannya diletakkan di depan dada, siap beralih peran menjadi dirigen.
“Bagimu ... negeri. Jiwa ... raga ... Ka ... mi.”
Suaranya bergetar, seiring jiwa yang berkobar karena semangat pengabdian pada Ibu pPrtiwi. Empat bait lagu yang dalam maknanya. Atmosfer berubah syahdu. Beberapa pegawai mulai terisak haru.
Padamu Negeri, kami berjanji
Padamu Negeri, kami berbakti
Padamu Negeri, kami mengabdi
Bagimu Negeri, jiwa raga kami
Ada sesuatu yang mengganjal di tenggorakan sang bidan muda. Rasa bahagia, haru, malu bercampur menjadi satu. Bahagia dan haru karena akhirnya mampu berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Malu, karena perjuangan yang mereka peresembahkan belum seberapa dibanding usaha para pejuang kemerdekaan dulu. Pak Derry mengusap pelan wajahnya. Mata lelaki itu tampak memerah.
“Sekali lagi terima kasih atas usaha dan dedikasi teman-teman semuanya. Pertahankan dan tingkatkan pencapaian yang sudah kita raih dengan susah payah ini. Kita mungkin hanya orang biasa, pegawai biasa, tapi kita bisa dengan cara kita sendiri menyalakan lilin di ruang kegelapan.” Suaranya terdengar parau.
“Mungkin ada yang ingin disampaikan oleh Pak Agus?” tanyanya kemudian. Lelaki berkemeja putih itu tersenyum kemudian berdiri dari duduknya.
“Sebelumnya saya ingin menyampaikan kata selamat kepada rekan-rekan Puskesmas Tangsi karena telah menjalani penilaian dengan baik. Setelah dua hari kemarin dilakukan observasi, maka Pak Robert telah memberikan rekomendasinya kepada Dinas Kesehatan. Hasilnya adalah ....” Bapak perwakilan dari Dinas Kesehatan itu menjeda kalimatnya. Susana mendadak hening, para staf tegang menanti kelanjutan kalimat tersebut.