"Akhirnya, kita sampai juga di sini, Perut," lirih Riendra setelah sampai di dapur. "semoga aja ada yang bisa kita makan," harapnya ketika sudah berada di depan kulkas yang berwarna hitam mengkilap.
Untuk sejenak Riendra menoleh ke kanan, demi memastikan tidak ada siapa-siapa di dekat sana. Barulah setelah itu tangan kanannya meraih pegangan pintu kulkas.
"Ugh ... susahnya," keluh Riendra saat menarik pintu kulkas. "yah ... tidak ada yang bisa dimakan." Kecewanya setelah berhasil membuka dan melihat isinya.
Lalu mengempaskan pintu kulkas dengan memasang wajah masam. Saking kecewa dengan isinya yang cuma ada sayuran-sayuran, telur, buah-buahan, susu, soft drink, keju, dan beberapa camilan aneh seperti: keripik kentang, biskuit serta kacang. Semua itu tidak dianggapnya sebagai makanan, karena bukan itu yang dia inginkan.
"Di mana yah Ibu menaruhnya?" Riendra bertanya pada diri sendiri sambil membuka-buka kabinet bagian atas dari kitchen set.
Dia memulainya dari yang paling ujung, tepat di samping kanan kulkas. Lalu menjalar ke sebelah hingga di tengah-tengah yang berada persis di atas wastafel cuci piring—kitchen sink. Dan di sanalah dia menemukan apa yang diharapkannya.
"Ah, ternyata kamu bersembunyi di sini. Hampir aja aku putus asa mencarimu."
Betapa senangnya Riendra saat mengatakan hal tersebut. Sampai-sampai wajahnya yang semula masam menjadi sumringah. Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan kesukaannya.
Dia langsung meraih dan mengeluarkannya dari kabinet. Lalu mencari gunting yang berada di salah satu laci, tepat di bawah kompor.
"Lho, pancinya mana? Padahal biasanya ada di atas kompor," ucap Riendra yang baru menyadari hal tersebut.