Yah, saat ini dia melihat itu secara nyata dengan kedua mata kepala sendiri. Bukan melalui sebuah layar. Baik layar televisi, laptop, ponsel apalagi bioskop. Ini nyata, bukan sebuah rekayasa teknologi CGI (Computer Generated Imagery).
"Ayah kenapa?"
Kali ini Riendra bertanya dengan pertanyaan yang berbeda. Namun, nadanya masih sama persis seperti yang tadi. Hal ini dia tanyakan karena melihat mangkuk mie yang bergetar hebat. Hingga kuahnya terlihat nyaris tumpah. Seperti gelombang ombak yang menghantam pinggiran tanggul dan hendak mencuat melampauinya.
Tentu Ayahnya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Karena barisan kata-katanya tersangkut begitu saja di tenggorokan. Sedangkan itu, sosok yang berada di belakang Riendra terlihat semakin mendekat dan perlahan-lahan mulai memperlihatkan raut mukanya. Ketika sosok itu menyebrangi batas antara sisi gelap dan terang. Saat tangan-tangan cahaya dari lampu dapur menyeka wajahnya.
Putih, putih, dan hitam putih. Wujud nyata sosok itu yang kini berdiri tepat di bahu kanan Riendra. Di saat itulah, Ayahnya sanggup mengucap satu kata yang tepat untuk menyebutkan siapa sosok itu.
"Istriku!"
Yah, siapa lagi kalau bukan istrinya. Sosok yang wajahnya ditutupi masker kecantikan dan memakai daster panjang yang senada. Sama-sama berwarna putih. Begitu juga dengan rambut panjangnya yang sedikit memiliki bagian hitam. Hanya beberapa helai di bagian sisi kanan dan kiri.
Riendra yang mendengar itu langsung menoleh. Apalagi ketika sosok itu meraih bahu kanannya dan rasa dingin langsung merambat ke seluruh tubuh. Sehingga membuat bulu-bulu kuduk meremang. Bak sekotak jarum yang tiba-tiba atasnya diberi sebatang magnet.