"Kamu sudah bangun, Nak?"
Kalimat pertanyaan itu adalah hal pertama yang Riendra dengar. Malah, ini terjadi sebelum kedua matanya kembali normal. Untuk menangkap pantulan-pantulan cahaya yang menampilkan rupa Ibunya dengan masih memakai pakaian semalam. Serta benda-benda yang ada di sekeliling. Walau masih berkunang-kunang.
Untuk sesaat Riendra mengerjap-ngerjapkan kedua mata, sebagai isyarat untuk menjawab pertanyaan Ibunya. Tanpa mengeluarkan kata-kata. Selain itu, hal ini dia lakukan agar proses pengolahan cahaya bisa lebih cepat dalam menampilkan refleksi gambar yang utuh, tidak buram dan samar-samar seperti saat ini. Di mana dia melihat Ibunya terbelah menjadi tiga seperti amoeba. Serta keadaan sekitar yang tampak aneh, gelap, dan terasa asing.
Bersyukur keadaan itu tidak berlangsung lama karena semua telah kembali normal, ketika dia mendengar suara pintu dibuka. Bersamaan dengan hadirnya aroma yang menyegarkan dan hangat menyeruak memenuhi ruang. Bau itu tercium tidak begitu asing bagi indera penciuman Riendra. Malah, sangat melekat diingatan. Sehingga benaknya langsung menggambarkan sketsa dari wujud bau tersebut, berdasarkan definisi yang tersimpan diingatan. Yang terdiri dari campuran bau bawang, kemiri, jahe, laos, kunyit, dan daging ayam.
Ini bau kaldu ayam, batin Riendra dengan hidung yang tampak kembang-kempis.
"Iya, Nak. Ibu buatkan kamu bubur ayam," ucap Ibunya yang melihat hal itu. "tentu dengan kaldu kesukaanmu. Kaldu ayam," lanjutnya begitu mengetahui ada kerutan kekecewaan di kening Riendra.