Riendra memilih menjawab pertanyaan itu dengan anggukan, bukan kata-kata. Agar keadaan tidak bertambah runyam. Walau sebenarnya saat ini saja sudah seperti itu.
"Nah, itu kamu sudah tahu. Kenapa masih melakukannya? Apa kamu mau seperti dia? Yang meninggal karena suka bergadang dan minum kopi setiap hari." Kali ini suara Ibunya terdengar meninggi. "pokoknya, mulai detik ini kamu harus berhenti menulis novel. Jika sampai kamu ketahuan bergadang karena hal itu .... "
"Sudah, Bu. Jangan begitu. Kasian juga Riendra kalau kita mengancam dan menghukumnya. Jangan sampai malah menimbulkan masalah baru, karena hal itu," potong Ayahnya yang berusaha menenangkan keadaan.
Berhasil? Tentu dan Riendra bersyukur atas hal ini. Ternyata doanya tadi dikabulkan, walau harus melalui sebuah proses dan sedikit memakan waktu. Toh, di dunia ini tidak ada sesuatu yang simsalabim langsung jadi. Mie instan saja ada proses panjang yang harus dilalui. Mulai dari pemilihan bahan, pengolahan, hingga pengemasan, dan distribusi. Sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen dalam bentuk kemasan dengan aneka macam pilihan rasa dan jenis.
"Nak, bagaimanapun kami tetap mencintai dan menyayangimu. Sebab itulah, Ayah mohon jangan bergadang lagi. Beristirahatlah yang cukup dan makan yang teratur. Biar kesehatanmu terjaga. Dan apa yang Ibumu katakan tadi, semata-mata karena sangat mengkhawatirkan dirimu." Nasehat Ayahnya sambil meraih mangkuk yang kosong dari tangan Ibu, sebelum meninggalkan kamar tanpa menutup kembali pintu.