"Aduh, kalian berdua ini kenapa begitu? Selalu saja kompak kalau mengejek orang," kesal Vyasti yang mengarahkan pandangan ke Zea. "maafkan mereka, Ndra. Maklum, mereka itu memang .... "
"Pasangan serasi. Bosan aku dengernya," potong Zea dengan ketus.
Di saat itu juga, tiba-tiba pintu diketuk untuk ketiga kalinya. Di mana hal ini membuat jantung mereka berempat seketika berdegup kencang. Apalagi suara ketukan itu terdengar begitu bernafsuākencang.
"Duh, nih pasti ortu lo, Ndra." Acha langsung beringsutan mengambil posisi tegap tanpa bersandar.
Sedangkan Vyasti bergegas bangkit dan berjalan mendekati Zea. Riendra pun ikut bergerak dengan kembali berbaring di ranjang dan menarik selimut hingga sebatas dada. Mereka berempat melakukan hal tersebut dengan cepat sebelum pintu kamar dibuka secara perlahan-lahan.
"Riendra, ini Ayah sama Ibu," ucap sosok yang pertama kali memunculkan batang hidungnya.
Dia adalah Ayahnya Riendra yang kini sudah terlihat rapi dengan setelan jas berwarna biru tua. Di mana pakaian itu sangat senada dengan blazer yang dikenakan oleh Ibunya Riendra. Baik dari segi warna maupun kemeja bagian dalam. Termasuk sepatu kulit yang sama-sama berwarna hitam mengkilap. Hanya saja, tas jinjing yang dibawanya sangatlah kontras. Berwarna merah terang.