"Cha, Cha. Kamu memang jago meledek. Harusnya jadi stand up comedian untuk menyalurkan bakatmu itu."
Komentar itu terucap dengan manis dari bibir penuh Vyasti sambil berjalan ke arah Riendra. Tapi, arah tatapannya menukik tajam ke arah kedua bola mata Acha yang masih belum berhenti tertawa.
"Mulut typo emang begitu. Pedes dan enggak gak tau etika. Attitude nol," imbuh Zea yang terlihat kembali menyalakan layar ponsel.
"Trus ... apa lo gak gitu juga? Jangan sok suci, deh," timpal Acha yang tidak mau mengalah.
"Cha, stop. Kamu itu cowok. Tolong jangan seperti cewek. Jaga kodrat mulutmu jangan sampai melebihinya. Kalau tidak mau dikatakan 'cowok bermulut cewek'," pinta Vyasti dengan tegas tepat ketika sudah berdiri di sisi ranjang. "dan kamu juga, Zea. Berhenti meledek Acha." Sambil menoleh ke arah perempuan berambut ikal sebahu yang duduk di kursi.
"Udah, Vyasti. Biarkan aja mereka gitu. Toh, kita sering melihatnya," ucap Riendra mencoba menengahi sambil bangkit untuk bersandar.
"Bukan begitu, Ndra. Ini masalahnya di rumahmu, bukan di kampus. Kalau di kampus, aku tidak peduli sama sekali. Mau saling bunuh pun aku akan cuek," debat Vyasti yang langsung duduk di sisi ranjang setelah Riendra bersandar.
"Maaf," ucap Zea dengan mengembuskan napas panjang. "by the way, jadi kamu beneran mau berhenti menulis, Ndra?"