"Gapapa."
Satu kata itu dirangkai oleh Riendra dengan suara yang terdengar parau. Sebelum dia menceritakan perihal awal mula novel DEBAT bisa dibeli oleh salah satu PH—Production House, yang terkenal sangat produktif dalam memproduksi film setiap tahunnya.
Riendra mengawali kisahnya dari mengikuti satu event atau kompetisi besar di platform yang menjadi bagian dari PH tersebut. Di mana kompetisi ini diadakan setahun sekali dengan hadiah yang menggiurkan. Tidak hanya uang yang bernilai ratusan juta, tapi juga ada kesempatan dijadikan film bagi novel yang menang. Tentu hal ini menjadi daya pikat yang mampu menarik perhatian banyak penulis. Baik dari penulis pemula hingga yang sudah pro dan memilik nama besar di dunia kepenulisan.
Sayang, di kompetisi itu Riendra kalah. Tapi dia tidak menarik novelnya dari platform itu. Malah tetap membiarkannya dengan sesekali mengedit pada beberapa bagian yang dirasa kurang. Tidak seperti penulis lainnya yang langsung angkat kaki tanpa meninggalkan jejak karena merasa kecewa. Dan benar saja, apa yang dilakukan Riendra membuahkan hasil tidak terduga. Di mana hal inilah yang menjadi impian dari sebagian para penulis. Dipinang jadi film. Walaupun harus menunggu satu tahun sesudah kompetisi berlangsung.
Sebenarnya Riendra saat mengikuti kompetisi itu tidaklah sendirian. Malah awalnya dia tidak berminat sama sekali selain memang tidak ada ide di saat itu. Namun Zea mendesak dirinya. Walau pada akhirnya justru Zea yang berhenti di tengah jalan. Tidak menyelesaikan dan malah menghapus novelnya saat masih dalam masa kurasi. Dan itu pun sudah ada lima bab yang di publish.