Setelah saya berhenti dari perusahaan tambang batubara, kehidupan saya mulai pontang-panting, karena setiap hari butuh pengeluaran tapi tidak ada pemasukan lagi. Untungnya gaji yang dari batubara dan pesangon masih ada sisanya, jadi bisa untuk menutupi kebutuhan sementara bertahan hidup. Namun saya berpikir jika hanya mengandalkan tabungan itu saja, maka lama-ama akan habis juga, akhirnya saya putuskan untuk mencoba bekerja serabutan, kadang ke ladang, sawah, atau kebun membantu panen sawit. Bagi saya pekerjaan seperti apapun tidak masalah yang penting halal, meski harus bekerja kasar atau di tempat yang kotor. Mungkin ini salah satu bagian dari jalan hidup saya untuk mencapai kebahagiaan, teringat pesan simbah “Sepiro gedening sengsoro yen tinompo amung dadi pacoban” sebesar apapun kesengsaraan yang menimpa diri kita, sesungguhnya itu hanyalah cobaan/ujian, jika kita sanggup melewati ujian tersebut maka kita akan dinyatakan lulus dan dinaikkan derajat kita.
Setelah beberapa bulan, bermodalkan ijasah dan pengalaman, paman menyarankan saya untuk melamar di sebuah Sekolahan SD di perusahaan sawit (PT GMK/ Gawi Makmur Kencana) sebagai guru honorer. Alhamdulillah saya diterima di SD Perusahaan tersebut, meski gaji sangat kecil, bagi saya tidak masalah, karena mengajar itu bagi saya tidak diukur dari gaji, tapi lebih mengarah kepada pengabdian (ikhlas bakti bina bangsa), sisanya untuk memenuhi kebutuhan saya tetap bekerja serabutan. Bahkan 3 bulan pertama saya bekerja di SD tersebut, saya tidak mendapatkan gaji, dengan alasan data saya belum masuk ke personalia perusahaan, padahal saya sudah mengirim berkas itu hampir 3 kali, mungkin masa training, hehehe. Kemudian saya diberi saran oleh teman guru untuk menemui humas bagian Sekolah dan alhamdulillah sejak saat itu data saya sudah masuk dan dapat gaji di bulan selanjutnya.
Lama-kelamaan di SD ternyata mengasikkan juga, karena selalu berhubungan dengan anak-anak kecil yang polos dan lucu, serta guru-guru yang ramah. Hari demi hari saya lalui dengan riang dan gembira, karena prinsip hidup saya adalah “Narimo ing Pandum” Selalu menerima kenyataan untuk menjalani takdir dari Tuhan, karena saya yakin Tuhan pasti punya rahasia yang lebih menarik dibalik semua itu. Pernah suatu hari waktu mau berangkat sekolah hujan deras, karena saking lebatnya saya harus menunggu hujan reda baru saya berangkat. Untuk masuk menuju ke SD perusahaan Sawit tersebut harus melewati kebun-kebun sawit, karena habis hujan maka jalan sangat licin, namun demi kewajiban mengajar saya tetap berangkat meski dengan tantangan jalan yang licin dan rusak hingga akhirnya sampai juga di tujuan. Sesampainya di SD sungguh di luar dugaan ternyata ada kebijakan dari perusahaan, jika pagi hujan deras, maka Sekolah diliburkan, jadi sesampainya saya di sekolahan tidak ada siapa-siapa. Akhirnya saya singgah di rumah salah satu guru yang rumahnya dekat sekolahan tersebut, dan dari guru itu saya tahu jika ada kebijakan libur saat hujan deras. Saya bertanya “Kenapa jika hujan diliburkan?” menurut pemaparan guru tersebut. Di sawit itu jika hujan deras jalan sangat licin, apalagi kalau hujan sampai seharian bisa terjadi banjir. Mulai sejak saat itu jika pagi hujan deras, saya telepon dulu pada guru yang dekat dengan sekolahan, untuk menanyakan sekolah masuk apa tidak, daripada berangkat sia-sia, hehehe.