Kau tahu, apa yang lebih menyakitkan dari sebuah kehilangan?
; kehilangan itu sendiri.
-Mikayla Renjana-
“Saya lagi ngerjain tugas. Kamu udah makan?”
Dias membalas pesan Mika dengan cepat. Mika menarik napas panjang dan menyeka kembali airmatanya yang tidak berhenti mengalir. Dia tahu kalau dirinya harus kuat. Ada satu hal penting yang dia lewatkan karena terlalu sedih membayangkan toko dan rumah kebakaran. Yaitu fakta bahwa keluarganya selamat. Bagaimana jika bapak terlambat menyadari ada api yang mengelilingi mereka? Bagaimana jika bapak menyerah dan membiarkan ibu serta Nara di dalam rumah? Alhamdulillah, masih diselamatkan oleh Allah. Itulah yang berulang kali hatinya gumamkan agar kegelisahannya sedikit mereda. Mika mengambil jaket hoodienya dan melangkah keluar menuju kamar Vanilla. Tubuhnya langsung disambut oleh angin malam yang menggigit.
“Ish dingin banget,” gerutu Mika sembari merapatkan hoodienya. Dia mengunci pintu kamarnya dan mengetuk pintu kamar sebelah dengan pelan.
“Van, masih bernapas nggak?” panggil Mika.
“Masuk aja. Gue lagi teleponan sama Papa,” teriak Vanilla dengan suara yang cempreng. Mika langsung masuk dan mengambil posisi rebahan di samping Vanilla. Membiarkan sahabatnya berbincang terlebih dahulu dengan keluarganya. Mika pun memilih membalas pesan Dias.
“Belum. Kamu ada tugas apa? Ada MK yang ngulang?”
“Makalah. Iya nih. Ada nilai yang kurang. Tapi udah kelar kok, Sayang. Kamu mau makan?”
“Mau, tapi nggak mau makan di luar.”
“Yaudah mau makan apa? Biar saya yang beliin. Nanti kamu makan di kos sama Vanilla.”
“Sebentar aku tanya makhluknya dulu.”
“Lu mau makan apa?” tanya Mika tanpa mengeluarkan suara.
“Apaan?” Vanilla balik bertanya.
“Bukannya masih teleponan?”
“Baru kelar. Kirain lu sesek napas mangap-mangap gitu,” ledek Vanilla. Mika menampol sahabatnya dengan boneka sapi kecil. Meski Mika masih belum yakin itu sapi atau bukan karena warnanya pink.
“Ish. Mau makan apa? Dias mau beliin.”
“Gue nasi goreng aja. Tapi yang di depan Mal Sumarecon Bekasi mangkalnya.” Vanilla terkekeh.
“Jauh amat. Nggak sekalian minta Dias beliin tahu tegal di Tegal?”
“Nasi goreng aja, Yas. Tapi yang mangkalnya depan Mal Sumarecon Bekasi.”
“Yah, saya belum urus visanya. Beli yang deket-deket kos aja yak. Ada di pengkolan kan enak. Biar sampe kos kamu masih anget.”
“Boleh. Banyakin acarnya yak.”
***
Mika dan Vanilla menunggu Dias di puri lingua. Mereka janjian untuk bertemu di kampus. Vanilla bersedia meninggalkan kemewahan kamarnya dan boneka kesayangannya asal Dias membawakannya batagor yang mangkal di dekat kosnya. Meski ujian semester sudah selesai, banyak mahasiswa yang masih bolak-balik ke kampus. Ada yang sekadar mengisi waktu luang. Ada juga yang mengerjakan tugas untuk mendapatkan nilai tambahan.
“Lha, Mik. Lu ngulang? Kok ke kampus?” Boni, salah satu makhluk yang tidak pernah kapok meski berkali-kali dicaci maki oleh Mika.