MIKA PELAYAN SENSI

Euis Shakilaraya
Chapter #12

Pelayan Sensi

“Jadi bagaimana? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Adnan.

Vanilla menyenggol Mika dan tersenyum pada laki-laki di depannya.

“Saya sebenarnya sedang mencari pekerjaan, Pak. Kebetulan tadi selesai makan, teman saya bertanya ke Kakak kasir soal lowongan,” jawab Mika.

Adnan mengangguk dan tersenyum. Mata Vanilla tidak dapat terdeskripsikan dengan baik saat dia sedang menatap ke arah supervisor itu. Seolah di dalam hatinya bergumam, i found you.

“Sebenarnya, kemarin ada salah satu karyawan kami yang masih training memutuskan untuk berhenti. Padahal baru sekitar satu bulan bekerja di sini. Rencananya besok siang saya akan menempelkan pemberitahuan mengenai lowongan yang tersedia di bagian depan resto.”

“Saya membawa surat lamaran dan CV saya, Pak. Barangkali bapak mau lihat?”

“Boleh. Tapi yang memutuskan tetap manager umum. Kebetulan beliau sedang ada di luar sekarang.”

Mika mengeluarkannya dari dalam tas. Dia menyerahkannya kepada Adnan.

“Masih kuliah ya? Kami tidak bisa menerima yang masih kuliah,” ucap Adnan dalam kondisi masih menekuri CV milik Mika.

“Pernah juara satu lomba cerpen. Juara dua lomba baca puisi. Pernah menjadi panitia bedah sastra se-Indonesia. Kalau saya lihat, sepertinya Anda tidak cocok bekerja di sini.” Adnan menutup CV Mika dan kembali menatapnya.

“Saya sudah cuti kuliah, Pak. Dan saya rasa akan cocok bekerja di sini.” Mika terlihat percaya diri. Adnan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan karena mulai antusias.

“Kenapa Anda berpikiran seperti itu?” tanya Adnan.

“Ya, nggak ada alasan selain karena saya pekerja keras, Pak. Selain itu, saya mudah mempelajari sesuatu,” jawab Mika. Adnan tersenyum dan mengangguk. Dia bangkit dan mengulurkan tangannya.

“Baik kalau begitu, kami akan kabari secepatnya.”

Mika dan Vanilla bangkit dan menerima uluran tangan Adnan. Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Hatinya sedikit tak karuan. Apakah akan berujung dengan ketidakpastian yang sama seperti sebelumnya? Vanilla merasakan kekhawatiran sahabatnya. Dia menepuk bahu Mika pelan.

“Nggak apa. Yang penting udah usaha,” hibur cewek mungil itu. Mika mengangguk dan tersenyum.

***

“Mik, pengikut instagram lu nggak nambah drastis lagi?” tanya Vanilla.

Mika mengalihkan pandangannya dari lembaran novel yang sedang dia baca ke arah sahabatnya. Dia mengernyitkan dahinya pertanda tak mengerti arah pembicaraan cewek mungil di sampingnya.

“Soalnya Boni udah heboh aja nanyain soal kenapa lu nggak masuk kelas,” lanjut Vanilla. Mika tidak tertarik. Dia kembali membaca novelnya.

“Mik, IH! Biasa deh! Cuekin terooosss.”

“Topik pembicaraan lu nggak penting, Van.”

“Terus yang penting apaan? Bahas kinerja pemerintah?” Vanilla kesal. Mika hanya mengibaskan tangannya.

Drrrttt... Drrrttt...

Ponsel Mika bergetar. Dia meraihnya dan melihat panggilan masuk dari nomor kantor.

“Siapa?”

“Nomor kantor.”

“Angkat anjir. Barangkali berita baik soal kerjaan.”

Mika mengangguk mengikuti arahan sahabatnya.

“Iya, malam. Iya, betul saya sendiri. Oooh... Hah? Wah... terimakasih banyak, Kak. Baik, Kak. Sekali lagi terimakasih, Kak.”

Mika membekap mulutnya sendiri yang sudah bersiap untuk berteriak. Mata Vanilla ikut berbinar.

“Apaan? Apaan?” tanya Vanilla tak sabar.

“Gue diterima di restoran seafood tadi siang, Van!” pekik Mika.

“Waaah, alhamdulillah, Mik. Alhamdulillah!”

Alhamdulillah, ya Allah.”

“Jadi kapan mulai kerja?”

“Besok. Tapi katanya gue harus ketemu sama managernya dulu buat ngobrolin soal gaji gue dan lain-lainnya, Van."

Lihat selengkapnya