"Gimana gimana?" Vanilla menyerbu sahabatnya dengan antusias saat sosok cewek cantik itu sudah terlihat dari kejauhan.
Vanilla sengaja menunggu kepulangan Mika dengan duduk selonjoran sembari main game di teras kamar kos.
Mika tak mengacuhkan pertanyaan cewek mungil yang tergopoh-gopoh menyambutnya. Dia hanya mengibaskan tangannya dan menerobos masuk ke dalam kamar. Tanpa memposting permintaan izin untuk rebahan di Instagram, cewek yang masih dengan balutan kemeja putih polos dan celana hitam panjang berbahan katun itu langsung melemparkan tubuhnya di lantai. Dia membuka paksa sepatu hitam dengan hak lima centi yang sudah menyiksanya seharian. Vanilla yang mengikuti sahabatnya dari belakang, langsung histeris melihat Mika yang sudah seperti ikan terdampar di pantai.
"MIK! Untung gue udah ngepel tadi. Ih!!!"
"Van, tolong balikin sepatunya ke Gina sekarang juga. Gue nggak mau liat sepatu sialan itu lagi!!!" Mika melemparkan sepatu seperti orang kesurupan.
Vanilla buru-buru memungut sepasang sepatu hitam yang dipinjamnya dari Gina tadi pagi. Dia mengetuk pintu kamar yang berada tepat di sebelah kamarnya. Sayup-sayup terdengar suara Vanilla yang tertawa sembari mengucapkan terimakasih berkali-kali.
Mika memejamkan matanya kesal.
"ISH! Sepatu sialan!"
Kakinya benar-benar mati rasa. Tenaganya habis terkuras. Saat dia hampir jatuh karena menahan pegal dan perih yang menyerang tumitnya, tiba-tiba Adnan menegurnya.
"Mik, jalannya jangan diseret ya."
Mengingat hal itu, dia mengepalkan jemarinya.
"Ish! Adnan sialan! Coba aja dia yang pake sepatu hak tinggi dari jam sembilan pagi sampe jam enam sore! Ish sial sial!!!"
Mika membuka matanya dan sedikit terperanjat melihat sosok Vanilla yang sedang berjongkok di sampingnya.
"Ngagetin aja lu!" omel Mika.
"Hari yang buruk ya, Mik?" tanya Vanilla.
"TERBURUK!" jawab Mika.
"Terus lu diem aja? Biasanya di manapun, kapanpun, gelud nomor satu," sindir Vanilla.
Mika langsung bangun dan tak melewatkan kesempatan untuk menyentil dahi sahabatnya.
"Ish! Sakit!!!"
"Termos lu ada isinya, Van?"
"Ada. Kenapa?"
"Gue mau mandi terus ngerendem kaki gue pake air anget."
Mika berusaha bangkit dan meringis saat menapakkan kakinya untuk berjalan ke kamar mandi. Vanilla ikut meringis seolah merasakan perih yang sama dengan yang Mika rasakan. Namun beberapa saat kemudian dia tersadar.
"Itu air buat nyeduh susu, tauk!"
Mika diam saja mendengar protes Vanilla. Tak peduli.
***
Mika sempurna menjadi karyawan baru yang keberadaannya seolah tak diinginkan. Dia risih dengan tatapan para karyawan perempuan yang di atas kepalanya sudah mengibarkan bendera kewaspadaan terhadap dirinya. Semuanya sialan kecuali Hani. Hanya cewek dengan bulu mata lentik itu yang bersikap seperti biasa kepadanya. Bimo menjadi pembimbing yang berfaedah. Dia memberitahu semua hal yang harus Mika lakukan dan tidak memarahinya jika masih ada kesalahan. Berbeda dengan Kiki, dia secara terang-terangan melabeli dirinya sebagai "musuh baru Mika".
Saat Mika membawa nampan berisi banyak piring masakan dengan dua tangan, dan meletakkan di meja saat akan menyajikannya satu persatu, tiba-tiba Kiki datang dan memarahinya di depan pengunjung. Dia langsung mengambil alih nampan yang tergeletak di meja.
"Jangan ditaro di meja lah, Mik. Nggak sopan. Nampannya harus lu bawa pake tangan kiri lu dan tangan kanan buat lu naroin ke meja."
Mika hampir melemparkan pulpen yang digenggamnya erat dan memaki Kiki detik itu juga. Dia tak peduli akan kehilangan pekerjaannya atau tidak. Namun bayangan bapak dan ibu menguatkan hatinya. Dia menghela napas berkali-kali lalu tersenyum.
"Kalau gitu, makasih ya, Ki. Lu udah ambil alih nampan gue. Selamat menyajikan ya."
Mika melenggang masuk kembali ke restoran setelah menepuk bahu Kiki yang gemetar menahan marah. Tangannya tak berdaya karena sedang memegang nampan. Semua orang menyaksikan hal tersebut dan tak menyangka Mika akan melawan balik. Bimo hanya tertawa sembari menggeleng-geleng takjub. Masih tak percaya melihat Kiki tak berdaya melawan Mika. Terlihat Hani diam-diam mengacungkan jempol terhadapnya. Dia diam saja. Tak ingin merasa tersanjung. Di dalam hatinya hanya ada kemarahan yang memuncak.
"Gimana? Enakan kakinya?" tanya Vanilla. Mika mengangguk.