MIKA PELAYAN SENSI

Euis Shakilaraya
Chapter #19

Sampai Kapan?

"Kok buruk? Kenapa?" tanya Dias sembari menyuapkan nasi ke mulut Mika. Cewek dengan rambut sebahu yang sudah acak-acakan itu mengunyah nasinya buru-buru demi menjawab pertanyaan Dias.

"Inget sepupu Vanilla kemarin? Dia neror aku sepanjang kerja. Bikin aku kena tegur gara-gara dianggap main hape terus."

"Kok bisa neror?"

"Ish! Kerjaan Vanilla pasti. Awas aja!"

"Yaudah cuekin aja, Mik."

"Udah, Yas. Sepagian sesiangan aku matiin. Pas sore aku nyalain, ya Allah ada kali tiga puluh pesan dari dia. Isinya ada yang ngancem mau dateng ke kafe tempat aku kerja segala. Ampun!"

Mika sangat kesal. Mungkin kalau saja dia lebih beken dari sekarang, dia bisa langsung melaporkan tindakan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh Braggy ke polisi. Kemudian saling melayangkan gugatan sana sini dan berakhir dengan saling memaafkan. Setidaknya, rasa kesalnya tersalurkan.

Dias tiba-tiba berhenti menyuapi Mika. Cowok itu menatap cewek di hadapannya dengan tatapan yang tidak terdefinisikan membuatnya berhenti mengunyah. Dia merasa tidak nyaman melihat Dias yang seperti siap mengintrogasinya.

"Kenapa? Ada cabe nyangkut di gigi aku?"

Dias menggeleng.

"Pas naik kereta, kamu bilang di sebelah kamu bapak-bapak?" selidik Dias.

Mata Mika membulat dan mendadak salah tingkah. Saat itu dia hanya membalas pesan Dias sekenanya tanpa berniat membohonginya sama sekali. Ya siapa yang menyangka kalau cowok di sampingnya adalah sepupu Vanilla? Hanya Tuhan yang tahu.

"Sepupunya Vanilla kan kayak udah bapak-bapak. Aku nggak salah dong."

Dias mengernyitkan dahinya. Mika kembali menyantap satenya untuk sekadar mengalihkan perhatian. Namun cowok manis itu masih diam saja sembari menatapnya tajam, menuntut penjelasan. Mika menghela napas dan memutuskan menyerah.

"Intinya, aku bahkan nggak ngeh ada dia di samping aku," ucap Mika tegas.

Dias kembali tersenyum dan memasukkan sesuap nasi ke mulut Mika. Cewek cantik itu sedikit kebingungan dan merasa tidak seharusnya dia memberikan penjelasan apapun pada cowok tampan yang sedang tersenyum sangat manis padanya.

"Ish Vanilla sialan!" gumam Mika penuh dendam.

***

"Gue bisa gila gara-gara sepupu lu, Van!"

Mika melemparkan tubuhnya ke kasur. Beberapa hari ini benar-benar lelah bekerja dan mencerna semua yang terjadi. Dia sudah tak tahan lagi akan kelakuan sepupu Vanilla.

"Gue udah marahin dia juga anjir. Nggak mempan. Dia ambil nomor lu diem-diem dari hape gue pas gue ke toilet."

"Ish!"

"Blokir aja nomornya," saran Vanilla.

"Menurut lu gue belum ngeblokir dia? Udah anjir. Besoknya telepon pake nomor baru lagi. Sampe males blokirnya."

Vanilla tertawa.

"Nasib lu anjir."

"Ah... bodo amat ah. Udah males mikirin apa-apa. Gue mau mandi dulu."

"Gimana kerjaan di tempat sekarang? Aman?"

Vanilla baru sampai ke kos tadi sore. Selesai acara kumpul para sepupu, dia tidak pulang ke kos, melainkan ikut bersama Bang Rudi dan Kak Nisa ke Bekasi. Mika hanya mengangkat bahunya dan masuk ke kamar mandi.

Dia sangat merindukan bapak namun belum memiliki keberanian untuk menelepon. Meski sekadar untuk menyapa dan menanyakan kabar keluarganya, dia tidak yakin dapat menahan airmatanya. Perasaannya sedang tidak karuan. Banyak hal baru yang dia temui dan begitu menguras kesabaran. Seperti tadi siang saat dia mengantarkan pesanan minuman dan pisang keju. Pengunjung tersebut memarahinya habis-habisan hanya karena pisangnya tidak terlalu manis. Mika kehilangan kata-kata. Hanya sanggup memaki pengunjung tersebut dalam hati. Dia langsung sakit kepala menahan rasa marahnya.

Semakin lama, dunia semakin kacau. Dipenuhi dengan makhluk tanpa etika. Nalarnya tidak mampu mencerna bagaimana bisa dia dimarahi hanya karena pisangnya tidak manis? Ya mana dia tahu. Bukan dia atau nenek moyangnya yang menanam pisang atau memanennya. Kalau hanya komplain, tidak masalah. Bahkan kafe bersedia mengganti makanan yang rasanya tidak sesuai. Tapi kalau sampai marah-marah seakan-akan pisangnya tidak manis karena dia mencuri semua rasa manis itu, dia tidak terima. Dia akan melaporkannya ke RT setempat.

"Mik, anjir ada nomor baru masuk teleponin udah empat kali. Angkat nggak?"

Teriakan Vanilla merusak tekadnya yang akan melaporkan kejadian tadi siang ke pak RT.

"Pasti sepupu lu. Angkat bilang gue mau ketemu di kos. Suruh dateng atau gue save nomornya banci."

"Siap."

***

"Langsung aja, mau lu apa? Lu pikir gue mudah untuk lu usik?" Mika menyilangkan tangannya di dada.

"Berteman?" tanya Braggy ragu.

Mika menggeleng.

"Berteman baik?"

Mika kembali menggeleng.

Lihat selengkapnya